Malang, PERSPEKTIF – Brawijaya ASEAN Society (BAS) Universitas Brawijaya (UB) menggelar webinar yang membahas dinamika diplomasi vaksin dan persebaran Covid-19 di Asia Tenggara pada Sabtu (19/6) siang melalui aplikasi Zoom Meeting. Webinar tersebut mengusung tema “ASEAN dan Diplomasi Vaksin Asia Tenggara”.
Webinar tersebut dihadiri oleh Kepala Jurusan (Kajur) Ilmu Politik, Pemerintahan, dan Hubungan Internasional (PPHI) UB, Aswin Ariyanto Azis, sebagai pembicara. Selain Aswin, turut hadir mahasiswa HI Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta yang juga menjadi staf magang Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia, Hino Samuel Jose.
Sebagai pakar kawasan Asia Tenggara dan pembangunan global, Aswin melihat diplomasi vaksin merupakan terminologi yang mengandung bias politik.
“Ketika Amerika Serikat dan Inggris melakukan perdagangan vaksin, diprotes oleh WHO (World Health Organization). Tapi kalau India dan China melakukan itu, disebut diplomasi vaksin,” terangnya.
Melihat suplai vaksin global yang mengalami ketimpangan, Aswin melihat bahwa negara-negara Barat melakukan penimbunan vaksin dalam negeri. Amerika Serikat, Inggris, dan Australia membeli vaksin untuk warga negaranya sendiri demi memenuhi kebutuhan vaksin nasional. Vaksin yang ditimbun oleh negara-negara tersebut diperkirakan Aswin sebanyak dua kali lipat dari jumlah populasi. Hal tersebutlah yang dipandang Aswin sebagai sebab dari adanya ketidakadilan dalam distribusi vaksin global.
“Mereka (Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, red) membeli vaksin untuk kebutuhan nasional mereka. Jumlahnya sekitar dua kali lipat dari populasi penduduk mereka. Ini yang diprotes oleh WHO, karena akan menciptakan ketidakadilan dalam distribusi vaksin di dunia,” ungkap Aswin.
Aswin sepakat dengan WHO yang memprotes adanya tindakan penimbunan vaksin tersebut. Ia juga menyampaikan bahwa pandemi tidak akan pernah berakhir jika vaksin terus dimonopoli dan ditimbun oleh negara-negara besar. Mengingat dalam kondisi ini, vaksin adalah kebutuhan utama bagi masyarakat global.
“Kalau vaksin terus ditimbun, bagaimana pandemi ini bisa selesai?” tegas Aswin.
Menambahkan pemaparan Aswin, Hino Samuel Jose menerangkan bahwa ada potensi polarisasi pengaruh antara dua negara adi kuasa global, yakni Amerika Serikat dan China, di Asia Tenggara. Polarisasi tersebut terlihat dari komoditi vaksin yang mayoritas diproduksi oleh dua negara tersebut.
“Kita harus berhati-hati dalam potensi adanya polarisasi pengaruh antara Amerika Serikat dengan China melalui produk vaksinnya,” ungkap Jose.
Jose juga menjelaskan mengenai rencana Amerika Serikat untuk memberikan bantuan vaksin ke negara-negara Asia Tenggara sebanyak 1,1 juta dosis. Namun, rencana tersebut batal karena membludaknya kasus Covid-19 di India.
“Amerika Serikat batal memberi vaksin 1,1 juta dosis ke negara-negara Asia Tenggara karena membludaknya kasus infeksi Covid-19 di negara sekutunya, India. Selain itu, China sudah melakukan penetrasi vaksin terlebih dahulu di Asia Tenggara,” pungkas Jose. (mim/ais)