Lompat ke konten

Kebutuhan Air, Manusia dan Pengelolaan Lingkungan

Wilayah di bumi sebagian besar merupakan wilayah perairan dengan jumlah persentase sebesar 70%. Luasnya wilayah perairan ini turut menunjang berlangsungnya kehidupan manusia. Dengan kebutuhan dasar yang terpenuhi, manusia bisa beraktivitas dan melakukan banyak hal untuk menjalani hidupnya. Dengan persentase besar tersebut, hanya sekitar 0,3% wilayah atau sumber mata air bersih yang bisa dikonsumsi oleh manusia. Di sisi lain, tren pertumbuhan penduduk terus meningkat selama satu dekade terakhir.

 

Jumlah penduduk dunia pada 2019 ini mencapai 7,7 miliar jiwa. Indonesia sendiri memiliki penduduk sebanyak 267 juta jiwa. Sekitar 150,4 juta jiwa terpusat di pulau Jawa, dan 39,74 juta di antaranya bertempat tinggal di Provinsi Jawa Timur, sementara jumlah mata air yang dibutuhkan manusia, khususnya di Jawa Timur, terus menurun setiap tahunnya. Pada 2007, terdapat 521 titik mata air yang sebagian besar jumlahnya terdapat di Kota Batu. Kini, pada 2019, yang tersisa hanya berkisar 200 sumber mata air, dan 57 di antaranya ada di Kota Batu.

Ketersediaan air bersih tidak hanya berperan dalam kebutuhan rumah tangga, tetapi juga turut berpengaruh pada sektor sosial, ekonomi, maupun fasilitas umum. Kebutuhan manusia akan air juga meningkat karena intensitas dan keragaman kebutuhan akan air juga betambah. Moegijantoro (1995) menyatakan bahwa prioritas kebutuhan air meliputi kebutuhan air domestik, industri, dan pelayanan umum. Kebutuhan air domestik merupakan kebutuhan air dalam kegiatan rumah tangga sementara kebutuhan air non domestik merupakan kebutuhan air yang digunakan untuk kepentingan kantor, tempat ibadah, niaga, dan lain-lain.

 

Kehidupan modern meskipun dianggap memajukan manusia juga membawa efek lain seperti adanya eksploitasi sumber daya yang berlebihan. Krisis lingkungan menjadi masalah yang dihadapi manusia masa kini. Perubahan alih fungsi lahan menjadi lahan komersil menjadi salah satu contohnya. Penurunan jumlah dan kualitas sumber mata air juga menjadi dampak dari pertumbuhan penduduk.

 

Kearifan lokal menjadi kebutuhan setiap kelompok masyarakat karena dianggap bisa menjadi rujukan untuk hidup dan bertahan lebih lama dalam menjalani kehidupan modern. Kearifan lokal sendiri, berdasarkan jurnal berjudul “Kearifan Lokal dalam Melestarikan Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat Adat Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi)”, juga memiliki berbagai fungsi di antaranya:

  • Penanda identitas sebuah komunitas.
  • Elemen perekat lintas warga, agama dan kepercayaan.
  • Memberi warna kebersamaan dalam sebuah komunitas.
  • Mengubah pola pikir dan hubungan timbal balik individu dan kelompok dengan meletakannya pada kebudayaan yang dimiliki

 

Tradisi yang berkembang sudah ada sejak zaman dulu dan terus dilesatarikan oleh komunitas masyarakat daerah. Sumber mata air yang tersebar di masyarakat juga menjadi bagian dari kebudayaan yang ada. Berdasarkan jurnal berjudul “Aspek Budaya pada Upaya Konservasi Air dalam Situs Kepurbakalaan dan Mitologi Masyarakat Malang” oleh Arif Budi Wurianto, kebudayaan masih berperan besar dalam memandang suatu konservasi kelestarian alam dari kearifan lokal yang berbasis sistem kepercayaan. Kecenderungan masyarakat pun lebih menjurus pada upaya perlindungan tradisi dan sumber mata air dianggap sebagai cagar budaya.

 

Selain peran masyarakat, hukum turut serta membantu perlindungan sumber air. Dalam sejarah perkembangan produk hukum, saat ini Indonesia memiliki Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, daerah memiliki kewenangan dalam merumuskan kebijakan terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan Peraturan daerah Kabupaten atau Kota. Peran perda sendiri penting mengingat keadaan dan kondisi setiap daerah berbeda sehingga diperlukan upaya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

 

Proses pembuatan perda dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan harus turut serta melibatkan masyarakat. Selain itu, perlu dilihat pula bagiamana tradisi dan kepercayaan yang masih dianut masyarakat sekitar agar implementasinya juga dijalankan sebaik-baiknya. Situasi geografi, kecocokan iklim, serta pengembangan potensi daerah itu sendiri juga perlu diperhatikan dalam pembuatan peraturan seperti yang diungkapkan oleh pihak Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kota Malang. Kepentingan utama, sejatinya tetap berpegang pada perlindungan lingkungan di luar kepentingan lain-lainnya karena manusia akan terus bertahan hidup sepanjang alam dan lingkungan tetap ada untuk menunjangnya.

Data dikelola oleh tim Litbang LPM Perspektif

(Visited 170 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?