Lompat ke konten

Ketenagakerjaan dan Ketidakpedulian Mahasiswa

Oleh : Adi Fauzanto*

Perkembangan zaman menuntut dunia perusahaan bekerja secara efektif dan efisien untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Salah satu dampaknya yaitu munculnya permasalahan pada tenaga kerja yang sudah benar-benar menjadi objek perdagangan yang diperjualbeli kan, tidak melihat sisi keadilan dan kemanusiaannya. Masalah itu bernama outsourcing.

       Dan sepertinya, Universitas Brawijaya mau merubah bentuk seperti perusahaan bukan lagi lembaga pendidikan, di mana isinya seharusnya mencintai keilmuan termasuk kemanusiaan. Jika dianalogikan seperti gurita yang mempunyai tentacle yang mencengkeram segala yang ada di bawahnya, termasuk tenaga kerja dengan outsourcingnya dan mahasiswa dengan UKT-nya (Uang Kuliah Tunggal), mungkin ini adalah dampak daripada liberalisasi pendidikan. Seharusnya perguruan tinggi seperti pohon yang menjadi sumber kehidupan bagi kehidupan di sekitarnya dan menghasilkan buah yang bermanfaat untuk sekitar.

        Di beberapa fakultas di Universitas Brawijaya sudah terdapat adanya outsourcing. Lalu pertanyaannya adalah apa itu outsourcing? Secara istilah terkininya, outsourcing berwujud sebagai perbudakan modern. Mari kita bedah satu per satu, Sederhananya, pengertian outsourcing itu adalah keadaan di mana Perusahaan A membutuhkan tenaga kerja, sehingga dia melakukan perjanjian dengan perusahaan B untuk memperkerjakan tenaga kerja, tetapi tenaga kerja tersebut melakukan perjanjian dengan perusahaan B bukan dengan Perusahaan A yang menjadi tempat dia bekerja.

     Permasalahan yang ada di dalam sistem outsourcing yang diumpamakan di atas adalah (1) Uang yang turun ke Tenaga Kerja tidak turun langsung dari Perusahaan A, melainkan melalui Perusahaan B, baru turun ke Tenaga Kerja, sehingga gaji tidak sesuai UMK, haknya tidak terpenuhi, dan bisa di-PHK sewaktu-waktu; (2) jika terjadi permasalahan atau pemenuhan hak antara tenaga kerja dengan perusahaan A, tindak lanjutnya tidak langsung turun kepada tenaga kerja, tetapi melalui Perusahaan B. Contohnya, jika seorang pekerja, si Acil, sakit/kecelakaan dan membutuhkan biaya atau jaminan kesehatan, Perusahaan A tidak bertanggung jawab atas itu, dan Perusahaan B-lah yang mengurusnya. Padahal, secara etika Perusahaan, A-lah yang bertanggung jawab karena si Acil bekerja untuknya. Nah, sekarang bayangkan jika Perusahaan A tersebut adalah Perguruan Tinggi, khususnya Universitas Brawijaya.

       Secara hukum positif, outsourcing yang diatur dalam Pasal 64, 65, dan 66 UU No. 13 Tahun 2003 sangat kompleks, outsourcing dimaknai sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lainnya yang dilakukan dengan perjanjian secara tertulis melalui dua cara, yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh sebagaimana penegasan Pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003. Tambahan lagi, dalam Putusan MK No. 27/PUU/IX/2011, di mana amar putusannya menyatakan outsourcing bertentangan dengan UUD NRI 1945, (1) perjanjian kerja tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi tenaga kerja yang objek kerjanya tetap ada[1], walaupun terjadi pergantian perusahaan. (2) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada.

     Secara ilmiah dan rasional, outsourcing merupakan sistem kerja yang berkembang seiring kebutuhan pengusaha untuk hubungan kerja yang fleksibel, mudah untuk merekrut, dan mudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerjanya sebagai antisipasi persaingan global yang sangat kompetitif sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien, dan produktif.[2]

     Mari kita buktikan di Universitas Brawijaya. Saya dan tim ‘yang jumlahnya tidak banyak’, melakukan beberapa survei penelitian di beberapa Fakultas, seperti FIA, FISIP, dan—khususnya—FH, yang pernah mengeluarkan SK Dekan “menuju outsourcing”. Dalam survei tersebut, kami menemukan adanya outsourcing yang memiliki banyak permasalahan, salah satunya adalah gaji yang di bawah UMK kota Malang (UMK Kota Malang Rp. 2.668.420,18)[3], dan hanya diberikan hak kesehatan. Itu pun BPJS. Itu adalah gambaran umum di universitas, dan saya masih banyak data yang lain, tetapi saya tidak akan berbicara itu. Yang mau saya gambarkan adalah ketidakpedulian mahasiswa dan beberapa organisasi mahasiswa.

“Eh, kita penelitian perburuhan yok.” Saya mencoba membuka obrolan. “Ngapain? mendingan ikut lomba karya tulis, dapet duit,” jawab salah satu mahasiswa.

“Eh, kita penelitian perburuhan yok.” Saya mencoba membuka obrolan. “Udah, langsung aksi aja. Ga usah penelitian-penelitian segala,jawab salah satu mahasiswa.

“Eh, kita penelitian perburuhan yok.” Saya mencoba membuka obrolan. “Organisasi kita ada proker ini nih, sorry yak,jawab salah satu mahasiswa.

    Inilah gambaran salah satu dari ketidakpedulian, yang mengatasnamakan keadilan, perjuangan, kepedulian, progresivitas, dan sebagainya. Menurut salah satu dosen yang peduli dengan tenaga kerja, yang juga adalah mantan dekan FH UB, “Seharusnya mahasiswa peduli dan peka terhadap lingkungan sekitar. Itulah ciri seorang cendekiawan, termasuk tenaga kerja, apalagi di Universitas Brawijaya terkenal dengan Munir sebagai alumni yang peduli dengan buruh.”

        Tampaknya, kita harus berpikir ulang tentang penelitian; apa emang udah berdampak bagi masyarakat langsung? Atau hanya penelitian semu untuk masyarakat?—contohnya PKM yang khususnya berkaitan dengan rumpun ilmu sosial, serta sistem pendidikan kepada mahasiswa. Misalnya saja di Fakultas Hukum yang dominan diajarkan secara dogmatis hanyalah yang menghasilkan positivisme. Entah penelitian perburuhan ini selesai atau tidak, setidaknya hal ini akan memberikan dampak yang benar-benar nyata di sekitar kita.

[1] Objek kerjanya tidak musiman, dan ada terus menerus, seperti Engineering, Kebersihan, dan sebagainya

[2] I Nyoman Putu Budiartha. Hukum Outsourcing. Malang Press:2016

[3] Surat penetapan 188/665/KOTS/013/2018 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur 2019

penulis merupakan Mahasiswa FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA Angkatan 2016

(Visited 304 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?