Lompat ke konten

Mayday Aliansi Rakyat Malang: Buruh Masih Tertindas

Masa aksi yang melakukan long march baru saja tiba di Balai Kota Malang (Perspektif/Winda)

Malang, PERSPEKTIF – Pada tanggal 1 Mei 2018 yang bertepatan dengan Hari Buruh Sedunia, Aliansi Rakyat Malang menggelar aksi peringatan Hari Buruh. Aksi yang mengusung tema “Galang persatuan rakyat, lawan kebijakan dan tindakan fasis rezim Jokowi-JK, boneka imperialis AS” memulai aksinya di Pasar Besar Malang kemudian melaksanakan long march melalui Alun-alun Merdeka Malang hingga ke Balai Kota Malang sebagai titik akhir.

Putut Prabowo selaku Koordinator Lapangan (Korlap) aksi mengungkapkan ada delapan tuntutan yang dibawa dalam aksi kali ini, yaitu wujudkan demokratisasi serta lindungi kebebasan berserikat, berekspresi dan berpendapat, wujudkan kesejahteraan buruh, hentikan kebijakan upah murah, hapus sistem kontrak, outsourcing dan PHK sepihak, wujudkan reforma agraria sejati, wujudkan lingkungan kerja yang ramah untuk perempuan dan penyandang disabilitas, menghentikan kriminalisasi penangkapan dan penghilangan paksa terhadap rakyat, mewujudkan pendidikan murah, mewujudkan fasilitas kesehatan, dan menolak segala bentuk agresi militer dan intervensi asing.

Dalam aksi kali ini, Putut menyampaikan bahwa kondisi buruh hari ini sangat tertindas dan terhisap. Ia juga menganggap bahwa ada beberapa ilusi yang sengaja diciptakan. Ia mencontohkan bagaimana pada tanggal 1 Mei, negara memberikan libur seolah-olah merupakan hari kemenangan bagi para buruh, padahal nyatanya kondisi buruh hari ini masih tertindas. “Buruh saat ini dalam kondisi tertindas, tak ada pilihan lain selain buruh bersatu, bergandeng tangan dengan elemen rakyat lainnya dan memperjuangkan hak-hak buruh dan hak-hak rakyat lainnya,” jelasnya.

Hal yang serupa juga disampaikan oleh Yustus Samon dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria  (AGRA) Malang  yang juga tergabung dalam Aliansi Rakyat Malang. Ia menganggap bahwa Mayday ini merupakan momentum yang tepat guna membuat kaum-kaum tertindas untuk bergerak memperjuangkan hak-hak mereka yang telah dirampas, terutama mereka yang menjadi korban Imperialisme.“Mayday ini adalah salah satu hal yang sangat penting dalam membangun semangat masyarakat untuk mengambil kembali hak mereka,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa kaum imperialisme menggunakan begitu banyak dalih dan manipulasi dalam melakukan eksploitasi kepada individu-individu. Misalkan di dalam pabrik-pabrik maupun korporasi yang mengambil keuntungan dari setiap individu atau karyawan, ini adalah salah satu bentuk kapitalisme yang ada.

Yustus juga menyampaikan bahwa dengan adanya sistem yang menindas dan merampas bisa saja menjadikan manusia sebagai budak. Padahal sejatinya tidak ada manusia yang terlahir sebagai budak, semuanya berharap menjadi manusia yang normal dan bebas. Sehingga segala macam penindasan maupun perampasan tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun. “kita tidak boleh diam melihat penindasan itu terjadi.”

Di lain sisi, Putut menganggap Mayday kali ini bisa menjadi tonggak awal dalam menggalang persatuan dari organisasi-organisasi maupun elemen-elemen masyarakat Indonesia terutama masyarakat Malang Raya. Akan tetapi, ia juga menyadari bahwa masih banyak serikat buruh dan elemen masyarakat yang belum tergabung menjadi satu. “Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua,” ujarnya. (wnd/sci/dmn)

(Visited 220 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?