Lompat ke konten

Ketidakjelasan Buku Pedoman sampai Pro-Kontra LPJ

Ilustrasi (PERSPEKTIF,Shadinta Aulia)

Malang, PERSPEKTIF – Tidak hanya didera permasalahan mengenai defisitnya dana kemahasiswaan sebesar 5,5 miliar. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Brawijaya (UB) juga dihadapkan dengan persoalan ketidakjelasan penyelesaian buku pedoman sebagai acuan berkegiatan dan pro-kontra mengenai laporan pertanggungjawaban.

7 Oktober 2016, bertempat di lantai 5 gedung rektorat UB, dilakukan audiensi antara UKM dengan pihak rektorat mengenai kejelasan alur birokrasi pencairan dana kegiatan UKM. Hasil dari audiensi tersebut adalah disepakatinya penyusunan buku pedoman.

Setahun berselang, penyusunan buku pedoman belum juga menemui kejelasan. Achmad Khoiruddin, Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) UB, mengungkapkan telah mengingatkan Wakil Rektor (WR) III UB, Bidang Kemahasiswaan, Arief Prayitno, mengenai hal tersebut.

“Iya-iya belum selesai,” Ucap Udin menirukan perkataan Arief Prayitno, WR III UB, pada (10/11).

Menurut Udin, peninjauan ulang oleh pihak rektorat mengenai buku pedoman ini sudah dilakukan dan pihak rektorat memang belum selesai. Hal ini terjadi karena banyaknya kegiatan yang dilakukan di tahun ini seperti Musabaqah Tilawatil Quran Mahasiswa Tingkat Nasional (MTQMN), Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) dan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Universitas (PKKMU).

Ketidakjelasan mengenai buku pedoman juga diamini oleh Yoga Saputra Hartono, ketua UKM Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam (IMPALA), saat ditemui oleh tim Persepektif pada Senin (13/11) Yoga mengaku tidak mengetahui kejalasan terbitnya buku pedoman ini.

“Kita juga sampai saat ini juga tidak tahu bahwa buku pedoman ini bener-beneran sudah diterbitkan atau belum” ungkapnya.

Yoga mengharapkan bahwa buku pedoman ini dapat segera diselesaikan dan direalisasikan karena buku pedoman ini merupakan buku yang menjadi acuan mereka dalam berkegiatan dimana didalamnya terdapat peraturan-peraturan yang harus dijalankan.

Hal tersebut juga diakui oleh Ervin Hendrawan, Ketua UKM Unit Aktivitas Karawitan dan Tari (UNITANTRI), ia mengakui bahwa ketidakjelasan penerbitan buku pedoman ini membuat mereka bingung dalam menulis proposal.

“Kita itu bingung saat mengajukkan proposal tapi pihak rektorat tidak mengesahkan padahal kita sesuai buku pedoman” ungkapnya saat diwawancara pada Jumat (10/11).

Ervin berharap EM dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) agar dapat membantu dalam kejelasan informasi terkait buku pedoman dan untuk pihak rektorat agar memperhatikan dana, sarana dan prasarana untuk kegiatan mahasiswa. Pihak DPM sampai berita ini diturunkan belum bisa diwawancara. Awak PERSPEKTIF beberapa kali mencoba menghubungi DPM, tetapi hasilnya nihil.

Selain persoalan mengenai ketidakjelasan buku pedoman, UKM juga dihadapkan oleh persoalan mengenai peraturan baru LPJ. Melalui surat nomor 9116 /UN.10/KM/2017 tanggal 2 Oktober 2017, perihal Batas Akhir Pelaksanaan Kegiatan yang berkaitan dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2017, untuk pendanaan kegiatan mahasiswa rektorat meminta Eksekutif mahasiswa (EM), Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), Kongres Mahasiswa (KM), dan seluruh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di Universitas Brawijaya (UB) untuk melakukan kegiatan paling akhir tanggal 29 November 2017.

Hal tersebut dikarenakan pada tanggal 5 Desember 2017 harus sudah selesai menyerahkan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ). Jika terjadi keterlambatan dalam penyerahan LPJ, maka EM, DPM, KM, dan UKM harus mengembalikan dana sesuai dengan nominal yang disetujui paling lambat 5 Desember 2017.

Yoga Saputra Haryanto Kusumo, ketua UKM Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam (IMPALA) UB yang ditemui pada Senin (13/11), kebijakan dari rektorat ini sangat mendadak bagi UKM dan sangat mempengaruhi kegiatan UKM yang sebagian besar kegiatannya dilaksanakan lebih dari tanggal 5 Desember.

“Yang pasti kita kan tidak boleh kegiatan sampai lebih dari 5 Desember, padahal program kerja kita pas pada awal pengajuan itu ada yang sampai tanggal itu, bahkan sampai mungkin ada yang tahun depan ya kalo di UKM kan mungkin ada yang pergantian pengurusnya bulan Maret,” ungkap mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer 2014.

Berbeda dengan Yoga, Ervin Hedrawan, ketua, Unit Aktivitas Karawitan dan Tari (UNITANTRI) yang ditemui pada (10/11), mengaku tidak masalah jika harus mengebut LPJ karena acara UNITANTRI sendiri tanggal 25-26 November. Namun Ervin sendiri merasa keberatan tentang masalah dana.

“Tanggal 13 Desember itu udah pergantian pengurusan dan kita dari unitantri sendiri tidak berani lpj jika piutang atau duit kita masih belum ada ditangan, jadi apa yang mau kita lpj kan kalau tidak ada uangnya”, Ungkap, mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi 2014 tersebut.

Sedangkan menurut pihak Rektorat, penyerahan LPJ pada 5 Desember tersebut sudah sesuai dengan mekanisme karena pada tanggal 10 Desember sudah harus tutup buku dan kegiatan akan dimulai lagi pada Januari. Pengajuan LPJ ini dilakukan agar dana mengalir dan tidak menghambat yang lain.

“Setiap kegiatan mahasiswa yang dibantu oleh lantai 3 (kemahasiswaan) harus segera di LPJ kan, kalau tidak dana macet. Dan penyerahan LPJ tanggal 5 Desember itu untuk mekanisme supaya nanti tanggal 10 kita harus tutup buku, kosong kegiatan batu Januari mulai lagi. Itu bukan diajukan, jadi memang mekanisme seperti itu,” jelas Arif Prayitno, Wakil Rektor III UB, yang ditemui PERSPEKTIF pada Rabu (22/11). (cov/ayu/lta)

(Visited 449 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?