Lompat ke konten

Aksi Gowes Pak Midun Ingatkan Publik Akan “Kesederhanaan Aparat” Dalam Tangani Tragedi Kanjuruhan

Diskusi Umum "2 Tahun Tragedi Kanjuruhan: Mengeja Solidaritas Masyarakat Sipil Terhadap Perjuangan Keluarga Korban" di Gate 13 Stadion Kanjuruhan (05/09) (PERSEPEKTIF/Haidar)

Malang, PERSPEKTIFJaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan (JSKK) kembali menggelar acara diskusi umum dan doa bersama pada Sabtu (05/10) di Stadion Kanjuruhan, Malang. Acara ini adalah bagian dari upaya menuntut keadilan atas Tragedi Kanjuruhan yang telah berlalu dua tahun tanpa kejelasan. Kegiatan ini juga menjadi momentum untuk menyambut Miftahudin Ramli, alias Pak Midun yang baru saja menyelesaikan aksi bersepeda dari Malang ke Jakarta. Aksi tersebut bertujuan untuk menuntut penyelesaian hukum terkait tragedi yang menewaskan 135 orang tersebut.

Diskusi yang bertajuk “2 Tahun Tragedi Kanjuruhan: Mengeja Solidaritas Masyarakat Sipil Terhadap Perjuangan Keluarga Korban”, dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat. Mulai dari mahasiswa, aktivis, supporter dan keluarga korban turut hadir membersamai acara tersebut

Acara diawali dengan konvoi penyambutan Pak Midun dari Stadion Gajayana menuju Stadion Kanjuruhan. Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan doa bersama yang dilaksanakan di Gate 13, lokasi yang menjadi salah satu saksi bisu tragedi tersebut.  Acara ditutup dengan diskusi umum yang menghadirkan Pak Midun dan Hasan, selaku perwakilan keluarga korban.

Dalam diskusi tersebut Pak Midun menceritakan latar belakang dirinya melakukan aksi bersepeda. Pak Midun mengungkapkan bahwa ia menjalankan aksinya dengan mengikuti kata hatinya untuk merawat ingatan, sekaligus memperjuangkan keadilan bagi para korban yang tak kunjung mendapatkan kepastian. Aksi bersepeda tersebut mencapai puncaknya di Monumen Pancasila Sakti pada 1 Oktober, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila. 

“Saya merasakan ini secara alami saja. Saya ingin selalu menjalankan kata hati saya, nurani saya, bahwa masalah Kanjuruhan ini adalah masalah serius, masalah yang masih sederhana penyelesaiannya,” ujarnya.

Tak hanya itu, selama melewati perjalanan panjang, Pak Midun juga merefleksikan makna hari Kesaktian Pancasila, terutama setelah tragedi Kanjuruhan yang terjadi bersamaan dengan peringatan tersebut. Ia merasa bahwa Pancasila telah kehilangan “kesaktiannya” sebagai akibat dari lalainya negara dalam berbagai penanganan kasus HAM termasuk Tragedi Kanjuruhan. Hal ini menjadi latar belakang mengapa ia menamakan aksinya sebagai Ladub Berkeranda Mencari Kesaktian Pancasila. Pak Midun mengajak audiens untuk merenungkan makna Hari Kesaktian Pancasila, dan implementasinya dalam penanganan Tragedi Kanjuruhan.

“Hari Kesaktian Pancasila yang seharusnya menjadi hari sakral, yang harusnya menjadi hari yang khidmat, mestinya tidak ada yang menodainya. Tapi di hari itu berjatuhlah banyak korban, hingga ratusan orang, tepat di Hari Kesaktian Pancasila. Patut dipertanyakan, apakah (Pancasila, red) masih sakti?” ungkap Pak Midun.

Pak Midun berpesan untuk menjadikan acara ini sebagai momentum reflektif bagi para peserta. Selain itu, acara ini juga diharapkan memupuk solidaritas dan terus menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak terkait yang dinilai belum memberikan keadilan kepada para korban Tragedi Kanjuruhan

Selaras dengan pernyataan Pak Midun, Hasan, selaku keluarga korban juga menekankan pentingnya merawat ingatan dan menyuarakan Tragedi Kanjuruhan. Ia merasa bahwa dalam jangka waktu dua tahun ini, perhatian terhadap tragedi ini seolah menguap dan kurang mendapat sorotan.

“Ya memang betul dua tahun ini, kemarin sempat menguap. Kok diam-diam saja, kok anteng-anteng ae. Apakah keadilan cuma segini?,” ungkap Hasan.

Sebagai tanggapan atas berkurangnya atensi publik terhadap Tragedi Kanjuruhan, Hasan bersama JSKK dan aktivis dari BEM Malang Raya, menginisiasi rangkaian acara 2 Tahun Tragedi Kanjuruhan yang dimulai dari tanggal 30 September hingga 5 Oktober di berbagai titik.

“Akhirnya, acara untuk mempublikkan lagi Tragedi Kanjuruhan itu mulai tanggal 30 (September, red) hari Senin. Itu ada audiensi, diskusi di Swara Alam untuk Kabupaten (Kabupaten Malang, red), yang di Malang (Kota Malang, red) di FIB (Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya, red), terus yang di Pattimura ada doa bersama,” jelasnya.

Hasan berharap bahwa jangan sampai ingatan akan Tragedi Kanjuruhan hilang begitu saja. Ia menambahkan bahwa Tragedi Kanjuruhan belum usai, dan harus diperjuangkan hingga mendapatkan keadilan. (hr/ahi)

(Visited 62 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?