Tanggal Rilis: 20 Juli 2018 (Jepang)
Durasi: 1 jam 38 menit
Sutradara: Mamoru Hosoda
Cerita: Mamoru Hosoda
Produser: Nozomu Takahashi, Yuichiro Saito, Takuya Ito, Yuichi Adachi, Genki Kawamura
Studio: Studio Chizu
Distributor: Netflix
Menjadi mahasiswa di perantauan terkadang membuat kita jauh dari sanak saudara tercinta. Suasana hangat sepulang sekolah merupakan momen yang paling berkesan di masa kecil. Setelah disambut orang tua, kegiatan berlanjut dengan adik dan kakak, bermain hingga larut, kemudian berbagi makanan dan tawa di meja yang sama.
Mengingat kehangatan ini, terdapat sebuah film dengan tema keluarga yang bisa membuat kita lebih paham tentang peran masing-masing anggota keluarga. Film ini berjudul Mirai no Mirai yang berarti Mirai dari masa depan. Film yang berdurasi 1,5 jam ini dikemas dengan apik sehingga penonton bisa memahami makna yang disampaikan dalam film. Untuk diketahui, resensi ini mengandung spoiler jalannya cerita. Maka dari itu, pembaca dapat menonton film terlebih dahulu dan kembali ke artikel ini apabila tidak ingin mendapatkan spoiler.
Mirai yang Datang dari Masa Depan
Cerita ini diawali dengan Kun, seorang anak laki-laki berusia 4 tahun, yang menunggu kelahiran adiknya. Ketika sudah lahir, sang adik dinamakan Mirai yang berarti masa depan. Awalnya Kun merasa senang dengan kehadiran adiknya. Ia selalu mengajak Mirai bermain, tetapi ibunya selalu mengatakan ia bisa bermain dengan Mirai ketika Mirai sudah lebih besar. Kun merasa kesal dan bosan karena tidak bisa mengajak Mirai bermain. Tak sampai di situ saja, Kun menjadi membenci Mirai karena orang tuanya selalu memperhatikan Mirai. Semua selalu tentang Mirai, Kun tidak pernah diperhatikan.
Kecemburuan Kun terhadap Mirai membawa dirinya terlempar ke garis waktu lain. Melalui pohon ek di tengah-tengah rumah sebagai portal, Kun menjelajahi waktu bersama Mirai di masa depan. Kun pun menjelajahi waktu setiap kali ia ribut dengan orang tuanya karena merasa tidak ada yang mengerti. Kun bertemu dengan berbagai macam anggota keluarganya: mulai dari anjing peliharaannya sebelum dipelihara; Mirai dari masa depan; dirinya sendiri di masa depan; orang tuanya di masa lalu; sampai kakek buyutnya yang sudah meninggal.
Selalu Ada Pertama Kali Untuk Segalanya
Lewat perjalanan melintasi garis waktu, Kun belajar tentang banyak hal. Kun pernah marah dengan ibunya karena ia masih ingin bermain dan tidak mau merapikan mainannya. Kun kemudian berlari ke halaman rumah, tempat di mana pohon ek berada. Ia terlempar ke masa lalu saat ibunya masih kecil. Kun tersadar bahwa ibunya saat kecil sama dengannya, masih ingin bermain tetapi tidak ada yang mengerti. Mereka pun main bersama-sama sampai seluruh rumah berantakan. Lalu sang nenek, ibunya ibu, pulang ke rumah dan memarahi ibunya karena membuat rumah berantakan. Ketika sedang dimarahi, Kun pun terlempar kembali ke masa sekarang.
Ibunya dan nenek berbincang-bincang di sore hari mengenai Kun dan masa lalu. Sang ibu mengatakan bahwa dirinya masih kurang dari menjadi sosok ibu yang baik. Ia sendiri ingin menjadi ibu yang baik, tetapi selalu berakhir memarahi Kun. Ketika Kun lahir, itu adalah momen pertama kali dirinya menjadi seorang ibu, ia selalu takut dan tegang. Dari situ, sang ibu belajar bahwa menjadi ibu pertama kali memang tidak mudah. Terlebih lagi ia baru belajar mengurusi hidupnya sendiri ketika menikah.
Kun meminta untuk dibelikan sepeda dan beberapa hari kemudian ia sudah memiliki sepeda. Kun pergi bersama ayah dan Mirai ke taman untuk latihan. Kun melihat anak-anak lain bermain sepeda roda dua, sedangkan sepedanya roda empat. Kun meminta roda tambahan dilepas agar ia bisa sama seperti sepeda anak-anak lain. Kun meminta untuk diajari oleh ayahnya, tetapi ayahnya tidak bisa naik sepeda. Alhasil, Kun terjatuh berulang kali. Hal ini membuat Kun menjadi sedih dan kesal karena tidak bisa naik sepeda. Sang ayah menenangkan Kun dengan kalimat, “Selalu ada pertama kali untuk segalanya.”
Namun, Kun tidak mengerti. Ia ingin langsung bisa tanpa gagal. Kun marah dengan ayahnya karena tidak bisa mengajari naik sepeda dengan benar. Di saat-saat seperti ini, Kun terlempar ke masa lalu. Di masa lalu, ia bertemu dengan kakek buyut yang sudah meninggal. Bersama dengan kakek buyut, Kun belajar bahwa ia tidak boleh takut dan menyerah begitu saja.
Selepas pertemuan dengan kakek buyut, Kun mau belajar naik sepeda lagi dengan kekuatannya sendiri, tanpa mengandalkan ayahnya. Walau kerap kali terjatuh, pada akhirnya Kun berhasil naik sepeda dengan lancar. Sang ayah merasa bangga sampai menangis karena walau dirinya tidak bisa naik sepeda, tetapi Kun berusaha sendiri agar bisa. Sebenarnya, ayah Kun dulu tidak bisa mengurusi bayi dan melakukan pekerjaan rumah tangga. Dirinya baru bisa setelah Mirai lahir walau tidak semahir istrinya, tetapi ia mulai terbiasa.
Dari scene tersebut, terselip pesan yang mendalam. Anak baru pertama kali menjalani hidup sebagai anak, begitu pula orang tua baru pertama kali menjadi orang tua dalam hidupnya. Memang tidak mudah menjadi orang tua dan tidak mudah juga menjadi anak yang diharapkan sesuai orang tua. Namun, jika anak dan orang tua sama-sama belajar dan saling memahami, tentunya akan lebih mudah untuk hidup berkeluarga.
Masa Lalu, Masa Sekarang, dan Masa Depan Selalu Terhubung
Kakek buyut Kun terluka parah saat perang yang menyebabkan kakinya pincang. Kakek buyut bisa saja membiarkan dirinya meninggal saat terluka, tetapi kakek buyut berusaha sekuat tenaga untuk tetap hidup. Tak lama setelah perang berakhir, kakek buyut jatuh cinta dengan nenek buyut dan ingin menikahinya. Nenek buyut membuat syarat ia akan menikahi kakek buyut jika kakek buyut mau lomba lari dengannya. Kalau kakek buyut sampai duluan di titik akhir maka boleh mereka menikah. Nenek buyut tahu kalau kakek buyut pincang sehingga di tengah-tengah lomba lari nenek buyut mengalah. Ia membiarkan kakek buyut sampai di titik akhir terlebih dahulu.
Hal-hal kecil seperti itu yang dianggap sederhana ternyata bisa membawa dampak besar untuk masa depan. Jika saat itu kakek buyut menyerah untuk hidup dan jika nenek buyut tidak mengalah dalam lomba lari, Kun tidak akan terlahir di dunia ini. Kun tidak ada, Mirai tidak ada, dan seluruh keluarganya pun tidak ada di masa sekarang.
Kita tidak perlu melakukan hal-hal besar untuk mengubah masa depan, dari hal kecil pun bisa mengubah masa depan. Sejatinya, masa sekarang merupakan masa lalu dan masa depan yang kita bentuk. Pun masa depan merupakan masa sekarang dan masa lalu yang akan dilalui.
Kesimpulan
Sang sutradara, Mamoru Hosoda, berhasil mengemas Mirai no Mirai dengan kesan yang ringan, hangat, sekaligus menyisipkan makna-makna berharga dalam kehidupan. Tak hanya itu saja, dengan tambahan sentuhan fantasi membuat film ini cocok ditonton untuk semua kalangan. Anak-anak, remaja, atau orang dewasa yang menonton pun pasti dapat merasakan kehangatan sebuah keluarga dari Mirai no Mirai. Tertarik untuk menonton?