Malang, PERSPEKTIF – Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Universitas Brawijaya (UB) tahun 2024 tak hanya resahkan para mahasiswa baru, namun juga tuai protes dari aliansi mahasiswa UB. Mereka mengungkapkan kekecewaan atas perubahan besaran UKT yang dinilai terlalu mahal dan tanpa sosialisasi kepada mahasiswa.
Menanggapi hal tersebut, Satria Naufal selaku Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) UB, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menemui Wakil Rektor (WR) II bidang Keuangan dan Sumber Daya serta telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk menindaklanjuti isu ini.
“Aku sudah menemui WR (Wakil Rektor) II untuk menanyakan alasan kenapa UKT naik, dan (hasilnya, red) sudah dimuat di press release. EM juga menginisiasi untuk mengumpulkan dan memobilisasi elemen-elemen di bawahnya seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Kampus,” ujarnya menambahkan, Sabtu (18/5).
Oleh karenanya, BEM seluruh fakultas kemudian mencoba untuk melakukan audiensi kepada Rektorat UB dengan menjaring aspirasi mahasiswa terhadap kenaikan UKT melalui konsolidasi Aliansi Mahasiswa Resah (Amarah). Rafi Haykal, selaku Presiden BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB menyampaikan bahwa akan ada kemungkinan aksi susulan setelah audiensi dilakukan.
“Kita coba mengadvokasikan secara baik-baik, karena kalau ngomongin aksi ataupun ‘gerakan’ itu adalah pukulan terakhir untuk rektorat. Jadi kalau memang rektorat ternyata misal, sorry to say kalau kasar gitu, ‘budek’, atau nggak bisa dengar, dia (rektorat) tuli ya akhirnya mau-nggak mau kita harus ‘gerak’ begitu, menyadarkan orang-orang yang ada di rektorat,” kata Rafi Rabu (15/5).
Pengumuman ini membuat BEM FISIP UB resah dan kecewa, utamanya karena alasan rektorat menaikkan UKT, yakni untuk melakukan pemerataan dan peningkatan fasilitas kampus. Rafi mengatakan jika kampus ingin melakukan pemerataan, maka yang seharusnya mengalami peningkatan hanya golongan UKT nya saja, bukan besarannya.
“Tiba-tiba langsung up di pengumuman Selma (Website Seleksi Masuk UB, red) untuk mahasiswa baru. Ya itu, sekaget itu karena besarannya naik juga dan golongannya langsung 12 tanpa ancang-ancang, tanpa ada komunikasi lebih lanjut dengan melibatkan kita semua sebagai mahasiswa,” ucapnya.
Menindaklanjuti isu kenaikan UKT ini, Rafi menyampaikan bahwa telah melaksanakan berbagai langkah strategis untuk mengadvokasi keresahan mahasiswa baru. Kementerian Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Advokesma) BEM FISIP UB telah menyebarkan formulir kepada mahasiswa baru mengenai isu ini.
“Advokesma proker (mempunyai program kerja, red) ‘Satukan’ yakni bertemu dengan mahasiswa baru. Sudah ada beberapa tahap yang dilakukan untuk membantu mahasiswa baru,” pungkas Rafi.
Ia berharap, UB segera merealisasikan pemerataan ataupun peningkatan fasilitas kampus mengingat besaran UKT yang dibayarkan tidaklah murah. Rafi juga menyampaikan, BEM FISIP UB akan terus berupaya membantu calon mahasiswa baru yang terpaksa melanjutkan kuliah di UB dengan biaya tinggi, maupun yang berencana batal kuliah karena kenaikan UKT ini pula. (lzh/hn/sj)