Jika pada pertengahan tahun mahasiswa ‘dibanjiri’ program kerja organisasi, maka pada akhir tahun ini dapat dikatakan bahwa mahasiswa sedang ‘dibanjiri’ kampanye para calon ‘pejabat’ di tanah jingga.
Saat kita keluar dari Gedung Prof. Yogi Sugito, terdapat sejumlah alat peraga kampanye yang terpampang di berbagai sudut Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB). Salah satu alat peraga yang paling mengundang perhatian mahasiswa dan dosen adalah baliho di Amphitheater FISIP UB.
Pemasangan baliho-baliho tersebut tentunya telah melewati tahap verifikasi alat kampanye yang dilakukan oleh Panitia Pengawas Pemilihan Mahasiswa (PEMILWA) FISIP UB. Selain itu, aturan bentuk kampanye dalam media cetak juga telah tertuang dalam Peraturan Panitia Pengawas Pemilihan Mahasiswa Nomor 03/PANWAS/PEMILWA-FISIP-UB/XI/2023 tentang Tata Tertib Kampanye Pemilihan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya 2023 pada Bab IV Pasal 6 Ayat 5.
Meninjau peraturan tersebut, pemasangan baliho memang sah-sah saja untuk dilakukan. Hal yang disayangkan adalah minimnya kesadaran para kandidat terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pemasangan baliho-baliho tersebut bagi lingkungan. Berdasarkan artikel yang dipublikasikan oleh forestdigest.com, 1 x 1 meter baliho dengan berat 300 gram akan menghasilkan emisi karbon sekitar 1 kilogram setara CO₂. Perkiraan tersebut hanya dilakukan berdasarkan jumlah emisi dari konversi minyak bumi menjadi plastik. Sementara dalam proses produksinya, baliho juga menghasilkan emisi lain berupa hidrofluorokarbon (HFCs) atau metana. Walaupun hanya menghasilkan emisi karbon yang jumlahnya tampak sedikit, tidak dapat dipungkiri bahwa pemasangan baliho-baliho berdampak negatif terhadap lingkungan.
Selain itu, para ahli lingkungan juga menilai bahwa maraknya pemasangan baliho yang mengepung kawasan di sekitar kita dapat menyebabkan terjadinya polusi visual (Subinarto, 2020). Polusi visual mengacu permasalahan estetika yang mengganggu upaya seseorang untuk melihat suatu pemandangan di sebuah kawasan (Tashandra & Anna, 2020). Menurut Jean Baudrillard (2005, dalam Amrurobbi, 2021), polusi visual atau sampah visual adalah ‘kebiasaan’ orang bermodal besar yang mempromosikan sesuatu di pinggir jalan menggunakan banner atau spanduk.
Terkait dengan polusi visual, Mongabay Indonesia (2020) pernah mempublikasikan sebuah artikel yang mengulas beberapa implikasi negatif yang disebabkan oleh polusi visual. Beberapa diantaranya yaitu terjadinya penurunan estetika lingkungan, hilangnya kekhasan sebuah kawasan, dan menimbulkan beberapa gangguan medis maupun psikis berupa stres, sakit kepala, serta perilaku agresif.
Sebagai bentuk pencegahan timbulnya dampak-dampak negatif tersebut, sudah seharusnya para calon ‘pejabat kampus’ menggunakan metode-metode kampanye yang lebih inovatif, salah satunya adalah dengan melakukan marketing politik melalui media sosial. Marketing politik merupakan sebuah upaya promosi yang diusung oleh tim sukses suatu kandidat untuk mendapatkan dukungan pemilih. Untuk mendapatkan dukungan pemilih, kandidat beserta tim suksesnya harus memahami dan mampu menganalisis kebutuhan para pemilih (Wahyudi, 2018).
Selain itu, kandidat dan tim sukses juga harus menguasai teknologi secara optimal untuk menarik perhatian pemilih. Menurut Fadillah et al. (2019), terdapat beberapa penguasaan teknologi yang dapat ditingkatkan, yaitu kemampuan dalam membangun pandangan masyarakat terkait kandidat melalui media digital, optimasi dalam penggunaan media sosial, serta meningkatkan kepekaan dan kemampuan beradaptasi pada era digital.
Dengan mempertimbangkan berbagai dampak negatif yang telah dipaparkan, sebaiknya para calon ‘pejabat kampus’ dan tim suksesnya melakukan refleksi atas alat kampanye yang mereka gunakan. Selain itu, para pihak yang bersangkutan juga dapat menerapkan strategi alternatif yang telah disebutkan. Bagaimanapun, calon pemimpin di ranah fakultas juga harus memperhatikan isu-isu lingkungan sebelum memancarkan kebermanfaatan di tanah jingga.
Daftar Pustaka
Amrurobbi, A. A. (2021). Problematika Sampah Visual Media Luar Ruang:Tinjauan Regulasi Kampanye Pemilu dan Pilkada. Jurnal Adhyasta Pemilu, 4(2), 66-78. http://www.journal.bawaslu.go.id/index.php/JAP/article/view/50/39
Fadillah, D. et al. (2019). Big Data and the Revolution of Political Campaign in Indonesia.
Proceedings of the 2019 Ahmad Dahlan International Conference Series on Education & Learning, Social Science & Humanities (ADICS-ELSSH 2019) (pp.95-98). Atlantis Press. https://doi.org/10.2991/adics-elssh-19.2019.19
Redaksi Forest Digest. (2021, August 19). Emisi Karbon Baliho Kampanye Politikus. Forest Digest. Retrieved December 1, 2023, from https://www.forestdigest.com/detail/1278/emisi-karbon-baliho
Subinarto, D. (2020, August 18). Merdeka Itu Bebas dari Polusi Visual – Mongabay.co.id. Mongabay. Retrieved December 1, 2023, from https://www.mongabay.co.id/2020/08/18/merdeka-itu-bebas-dari-polusi-visual/
Tashandra, N., & Anna, L. K. (2020, September 4). Polusi Visual Sedang Viral, Ketahui Dulu Pengertiannya. Lifestyle Kompas. Retrieved December 1, 2023, from https://lifestyle.kompas.com/read/2020/09/04/103153720/polusi-visual-sedang-viral-ketahui-dulu-pengertiannya?page=all
Wahyudi, V. (2018). POLITIK DIGITAL DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 “MARKETING & KOMUNIKASI POLITIK”. Politea: Jurnal Politik Islam, 1(2), 149-168. https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/politea/article/view/819/459
keren
KEREN KAK OLEENNN