Malang, PERSPEKTIF – Divisi Sosial dan Masyarakat Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (HIMAPOLITIK) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) mengadakan webinar yang bertajuk “Ruang Inklusif: Beragam dan Bersama” yang diadakan melalui virtual meeting Zoom pada Sabtu (25/9) pagi.
Webinar ini menghadirkan tiga pemateri, antara lain Adhi Kusumo Bharoto selaku sign language Interpreter Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat (PLJ) Indonesia, Isro Ayu Permata Sari selaku aktivis di Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN) Kepemudaan serta Saphira Kusbandiyah, mahasiswa berkebutuhan khusus dari Statistika 2018. Dengan mengusung tema kebersamaan dan keberagaman, webinar ini bertujuan agar dapat lebih mengenalkan mengenai ruang inklusif kepada masyarakat, khususnya mahasiswa UB.
Saphira Kusbandiyah menjelaskan arti perbedaan yang sesungguhnya, bahwa semua manusia berbeda, tidak ada yang sama; dan itu merupakan karunia Tuhan. Perbedaan dianggap suatu kesalahan karena cara pandang masyarakat. Menjadi berbeda merupakan bentuk kasih sayang Tuhan.
“Perbedaan menjadi kesalahan karena cara pandang orang. Kalau kita sadari, perbedaan malah merupakan bentuk rasa kasih sayang Tuhan kepada kita bahwa kalian itu unik, kalian itu cantik, ganteng, sempurna, hebat, dan tinggal bagaimana cara kita memandang suatu hal saja. Kalau kita sudah dapat melihat perbedaan adalah sebuah keindahan bukan kecacatan, maka kita akan menjadi pribadi yang toleran dan tidak judgemental dengan membantu mereka bukan malah menjauhi dan mengucilkan. Karena menjadi difabel bukan sebuah pilihan, bukan kutukan, bukan dosa dari orang tua,” ungkapnya.
Isro Ayu Permata Sari, seorang teman tuli sekaligus aktivis GERKATIN Kepemudaan menjelaskan bahwa organisasi ini memiliki banyak cabang di Indonesia yang digunakan sebagai wadah belajar dengan teman sesama tuli, wahana bertukar pikiran, diskusi, hingga mencari penyelesaian dari permasalahan difabel yang sering terjadi. GERKATIN juga melakukan advokasi teman tuli melalui karya seni, tarian, dan bahasa isyarat.
“Kegiatan di GERKATIN sangat beragam, seperti pelatihan, workshop, kelas, mengadakan kolaborasi, hingga advokasi dunia kerja. Sekarang kita ada program pada Hari Bahasa Isyarat Internasional. Di situ kita mengedukasi teman-teman relawan. Teman tuli juga memiliki kemampuan seni, membuat karya, membuat ide kreatif, sampai menari. Advokasi dapat dilakukan teman tuli melalui seni, tarian atau bahasa isyarat.
Lebih lanjut, Isro Ayu menyampaikan harapannya agar masyarakat dapat lebih memahami dunia tuli. Ia mengatakan, “Sebetulnya saya masih berusaha belajar tentang dunia dengar dan kami berharap orang-orang juga mau memahami apa itu dunia tuli agar terjadi sebuah kesetaraan,” jelasnya. (bel/ais)