Malang, PERSPEKTIF – Pada awal perkuliahan semester genap tahun 2021, mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) angkatan 2019 menyayangkan adanya ‘kewajiban’ membeli buku karya salah satu dosen pengampu pada mata kuliah Metode Penelitian Komunikasi (MPK) II.
Perintah tersebut memiliki konsekuensi penambahan nilai bagi mahasiswa yang akan membeli buku dosen yang bersangkutan. Selain itu, beberapa pembahasan mata kuliah diambil dari materi buku tersebut.
P, salah satu mahasiswa di kelas MPK II, mengatakan bahwa kewajiban membeli buku dosen pengampu diinstruksikan dalam penugasan mata kuliah.
“Jadi, mahasiswa mendapatkan tugas untuk membuat resume bahan kuliah. Bahan yang digunakan adalah buku Teknis Praktis Riset Komunikasi: Kuantitatif dan Kualitatif. Mahasiswa tidak diberi file buku tersebut. Karena kuliah daring, mau tidak mau harus membeli,” ujarnya saat diwawancarai awak Perspektif pada Jumat (26/2).
Selain itu, P mengatakan terdapat mahasiswa yang keberatan dengan penambahan nilai bagi mahasiswa yang membeli buku. Ia juga menyayangkan ketika setiap mahasiswa wajib mengirimkan bukti pembelian buku kepada ketua kelas dari mata kuliah dosen yang bersangkutan.
“Mahasiswa yang membeli buku diminta mengirimkan bukti berupa screenshoot kepada ketua kelas. Meskipun buku tersebut memuat materi yang cukup lengkap, pemberian nilai tambahan cukup disayangkan,” katanya.
Senada dengan P, S selaku mahasiswa di kelas yang sama juga mengkritik penambahan nilai dari pembelian buku yang diwajibkan oleh dosen yang bersangkutan. Ia mengkritik tentang harga yang memberatkan dirinya dan mahasiswa lain.
“Harga buku yang dijual secara online berkisar Rp 118.000-125.000 juga berat bagi mahasiswa yang lain,” ujarnya melalui panggilan telepon (3/3).
Wakil Dekan I Bidang Akademik FISIP UB, Siti Kholifah, mengaku terkejut dengan kewajiban membeli buku. Ia mengatakan bahwa tidak ada peraturan yang mewajibkan mahasiswa untuk membeli atau memiliki referensi tertentu.
“Mahasiswa bisa mencari banyak sumber bacaan sendiri, apalagi sekarang banyak open sources. Yang dituntut ke dosen pun hanya update materi dengan penelitian terbaru,” jelasnya ketika dihubungi via panggilan suara pada Rabu (3/3).
Ifa (Sapaan Siti Kholifah, red) menambahkan bahwa komponen penilaian mata kuliah telah ditentukan dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS).
“Selain komponen yang tercantum dalam RPS, berarti di luar ketentuan,” ujarnya.
Ketika disinggung mengenai tindak lanjut, Ifa menyatakan bahwa pihak dekanat belum bisa mengambil tindakan. “Tindakan bisa diambil ketika ada bukti bahwa mahasiswa keberatan melalui prosedur pada e-complaint dengan melampirkan identitas dan lampiran bukti (pelanggaran, red) yang jelas,” tutupnya. (rff/mim)