Lompat ke konten

KUHP Ancam Demokrasi Masyarakat Sipil

Media Briefing oleh Public Virtue Research Institute (PVRI)

Malang, PERSPEKTIF Public Virtue Research Institute (PVRI) mengadakan Media Briefing dengan tajuk “Menyoal RKUHP: Catatan Kritis pada Rencana Pengesahannya” secara virtual pada Selasa (6/12). Acara ini dilaksanakan untuk menanggapi rencana pengesahan revisi Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada hari yang sama. Revisi KUHP tersebut dianggap kontroversial karena berisi aturan-aturan yang mengancam demokrasi dan hak kebebasan masyarakat sipil. 

Media Briefing ini turut menghadirkan enam pembicara yaitu Bivitri Susanti selaku Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Citra Referandum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Virdian Aurellio selaku Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran, Usman Hamid sebagai Ketua Dewan Pengurus PVRI, Rangga Eka dari Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas, Rivenlee selaku perwakilan KONTRAS. 

Membuka pembahasan, Rangga Eka Sakti memaparkan hasil survei dari Litbang Kompas terkait RKUHP yang telah dilakukan timnya sebanyak tiga kali dalam waktu tiga tahun. 

“Kita melihat ada benang merah. Benang merah pertama, dalam tiga tahun masyarakat tidak tahu, belum bisa menangkap RKUHP itu apa, intinya apa, dan bagaimana menentukan sikap.  Ini menjadi penting karena ketika disahkan (RKUHP, red) mereka akan menjadi subyek hukumnya, mereka akan terikat hukum ini. Jadi setidaknya jika mau disahkan, angka tidak tahu harus turun jauh, jangan hampir 90% orang tidak tahu,” jelasnya. 

Selanjutnya, Usman Hamid menyatakan tidak ada keseriusan pemerintah untuk mengkaji RKUHP jika dilihat dari prosesnya yang terkesan buru-buru. Ia menambahkan, RKUHP ini tidak dibicarakan dengan sungguh-sungguh dalam empat tahun terakhir.

“Kalau kita lihat klaim pemerintah bahwa ini (RKUHP) adalah undang-undang yang ingin kita hasilkan dari produk dekolonisasi dan demokratisasi. Yang terjadi adalah re-otokratisasi, re-kolonisasi, dan de-demokratisasi. Jadi semacam kemunduran,” ujar Hamid. 

Selaras dengan Usman Hamid, Bivitri Susanti menyatakan RKUHP dari proses dan isinya terdapat permasalahan yang hanya akan menguntungkan beberapa pihak dan banyak merugikan masyarakat. Hal ini dikarenakan banyak pasal yang justru membungkam demokrasi. 

“Hukum itu untuk mensejajarkan penguasa dengan warga negara. Jadi sebenarnya tidak diberikan perisai khusus untuk penguasa, dia sudah punya alat yang namanya kekuasaan. Justru orang-orang biasa yang diberikan perlindungan. Seharusnya hukum seperti itu,” jelas Bavitri. (ran/gra)

(Visited 124 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?