Malang, PERSPEKTIF– Aset-aset yang dimiliki oleh Universitas Brawijaya (UB) ditemukan ada yang bermasalah. Badan Pemeriksa Keuangan pada tahun 2015 menemukan kejanggalan pada laporan keuangan UB.
Sihabudin, Wakil Rektor (WR) II UB, bidang keuangan dan administrasi umum, mengatakan hal tersebut sebelumnya sudah diselesaikan oleh UB. Namun, ia mengakui aset-aset yang dimiliki oleh UB saat ini memang ada yang bermasalah.
“Beberapa aset kita memang ada yang bermasalah, makanya kita lebih condong untuk melepaskan saja. Tapi juga butuh proses, tidak bisa langsung lepas,” ungkap Sihabudin.
Salah satu aset yang bermaksud ingin dilepas adalah tanah yang dimiliki oleh UB di Lampung. Minimnya pemanfaatan aset tersebut dirasa tidak menguntungkan secara ekonomi karena letaknya yang jauh dari kampus pusat UB.
Namun, berbeda dengan Sihabudin, Sasmito Djati, WR IV, bidang perencanaan dan kerjasama. Membantah pelepasan aset UB yang berada di Lampung kepada Universitas Negeri Lampung (Unila).
“Unila memang menginginkannya, akan tetapi untuk mengurusnya Unila juga mengalami keruwetan. Awalnya tanah seluas 200 hektar saat diverifikasi hanya sekitar 80 hektar. Lahannya pun telah banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat,” ungkap Sasmito.
Di sisi lain, UB Press, salah satu unit bisnis yang juga merupakan aset UB, dikelola di bawah Badan Usaha Akademik (BUA), berdasarkan penelusuran Perspektif terhadap Laporan Keuangan UB tahun 2015.
Unit usaha UB tersebut mengalami kerugian, karena pada tahun 2014 pendapatan yang diterima dari piutang pihak ketiga sebesar Rp.151.815.000, sedangkan pada tahun 2015 menurun sebesar Rp.77.260.000.
Saat di konfirmasi Dyah Eriesa Mutya, Manager Adminitrasi dan Keuangan UB Press menuturkan, yang mengakibatkan penurunan pendapatan disebabkan tidak adanya alokasi dana untuk mencetak buku dari UB, yang disediakan hanya dana sampai penerbitan buku.
“Penurunan keuntungan itu karena kita sebelum tahun 2016 pendapatan dihitung dari jumlah penjualan, sedangkan buku yang kita terbitkan itu tidak pernah dicetak. Jadi, UB hanya membiayai proses penerbitan sampai buku itu terbit, tetapi tidak pernah ada alokasi dana untuk melakukan percetakan buku dari UB,” jelas Riesa pada (19/9).
Hal tersebut berdampak pada penjualan buku, buku yang dijual oleh UB Press adalah buku-buku lama cetakan 2010 yang merupakan cetakan pertama dan terakhir. Jadi pendapatan yang dihasilkan berasal dari penjualan buku-buku lama yang dicetak tahun 2010.
“Buku-buku reguler yang kita terbitkan diberikan insentif untuk penulis dan diinsentif itu mengandung biaya cetak buku. Jadi, buku yang kita terbitkan bisa tercetak, otomatis pendapatan dari penjualan itu sendiri,” ucap Riesa.
Untuk 2016, UB Press tidak ada pemasukan dari piutang pihak ketiga, karena berdasarkan Laporan Keuangan UB tahun 2016, pendapatan yang dicantumkan sebesar Rp.77.260.000, sama seperti tahun 2015. (wur/ptr/glf/ank)