Malang, PERSPEKTIF – Puluhan massa aksi dari Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) bersama Aliansi Soeara Rakjat (Asuro) menggelar demonstrasi di depan Balai Kota Malang, Rabu (01/05). Aksi ini digelar dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional dengan dua tuntutan utama yaitu pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang TNI yang baru saja disahkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Aksi ini diawali dengan orasi oleh Misdi, koordinator SPBI Malang. Dalam orasinya Ia menyoroti bagaimana UU TNI bisa sangat mengancam, baik dalam ranah sipil dan juga akademik.
“Seperti yang saya sampaikan tadi, UU TNI ini sekarang sangat sangat akan menyusahkan rakyat, dan berpengaruh tidak baik terhadap masyarakat Indonesia. Pemanfaatan sipil itu rancu, bagaimana ketika diduduki oleh perwira TNI, kita akan sangat terbatas, gak bisa aksi, dan akan terbungkam.”
Fatkhul Khoir, selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) SPBI Malang juga menyinggung keterlibatan TNI dalam urusan sipil pascarevisi UU TNI, yang menurutnya berisiko mengancam kesejahteraan masyarakat dan menutup ruang-ruang demokratis. Ia menilai bahwa undang-undang ini tidak lagi bersandar pada kebijakan politik negara secara langsung, melainkan menjadikan presiden sebagai satu-satunya acuan kekuasaan militer.
Selain itu, dalam momentum Hari Buruh, Fatkhul juga mengkritik keberadaan UU Cipta Kerja yang dinilainya melemahkan perlindungan terhadap buruh dan prinsip-prinsip demokrasi.
“Yang kami anggap bisa mematahkan soal demokrasi adalah pertama, Undang-Undang Cipta Kerja yang dapat mengebiri hak-hak buruh…” ujarnya (01/05)
Ia juga menyoroti maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tak dibarengi solusi konkret dari negara. Menurutnya, lemahnya perlindungan terhadap industri dalam negeri menjadi salah satu penyebab.
“…PHK ini juga akibat dari kebijakan negara yang memang tidak serius dalam konteks memperkuat ketahanan industri…” tambah Fatkhul.
Selain itu, lemahnya pengawasan ketenagakerjaan juga menjadi sorotan. Pemerintah dinilai belum mampu menindak tegas pelanggaran oleh pengusaha, sehingga persoalan buruh terus berulang tanpa penyelesaian yang jelas. (saz/pa/nka/jul)