Judul Buku: Tiba Sebelum Berangkat
Penulis: Faisal Oddang
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Cetakan: ke-1 2018
Tebal: 216 Halaman
Nama Peresensi: Suci Dwi Febriyanti
Buku Tiba Sebelum Berangkat merupakan buku yang ditulis oleh Faisal Oddang, yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pertama kali pada tahun 2018. Tiba Sebelum Berangkat mengisahkan tentang Mapata yang merupakan mantan seorang bissu yang merupakan sebuah gender ketiga yang dipercayai oleh masyarakat Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan. Dalam buku ini juga sedikit banyak menceritakan tentang kejadian-kejadian yang dimulai dari tahun 1950, yang menceritakan bagaimana konflik antara pasukan gerilya.
Tentara Jawa dan tentara Islam pada saat itu menduduki daerah Sulawesi dengan konflik yang bersinggungan dengan pemberontakan DI/TII yang bernama Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Mapata yang saat itu disekap dan dibungkam oleh Ali Baba mencoba untuk menjelaskan konflik tersebut lewat catatan-catatan yang dia tulis dan menceritakan kisah Puang Matua Rusmi yang merupakan ketua dari anggota bissu dan kaitannya dengan konflik yang tengah berjalan saat itu. Selain itu juga ia menceritakan pertemuan Mapata dengan istrinya Batari dan juga kisahnya sebagai seorang toboto yang kemudian menjadi bissu.
Buku ini memiliki topik yang sangat unik, meskipun bersifat fiksi namun kisah mengenai bissu dan Komandan Gerilya Sulawesi Selatan memang benar adanya di dunia nyata sehingga hal tersebut dirasa cukup unik dengan memadukan budaya yang ada di masyarakat setempat dengan konflik yang terjadi pada masa tersebut. Selain itu bissu sendiri juga terbilang unik karena bissu merupakan gender ketiga atau dalam bahasa sekarang disebut non-binary yang sering diidentifikasikan sebagai bukan perempuan atau laki-laki. Bissu merupakan keduanya, dan sangat diagungkan untuk menjadi pemimpin dalam upacara adat tertentu. Selain itu, bissu juga dianggap memiliki ilmu kebal yang tidak dapat dilukai dengan benda tajam.
Namun, bisa dibilang bahwa banyak sekali memuat hal yang sangat sensitif karena memuat bahasa bahasa yang dewasa, dan sering menyinggung perihal hubungan intim ataupun penggunaan bahasa-bahasa yang kasar. Oleh karena itu, buku ini sepertinya lebih cocok untuk kalangan orang dewasa dengan pemikiran yang lebih terbuka. Selain hal tersebut, buku ini juga memuat hal yang berbau homosexual atau ketertarikan pada sesama jenis, karena budaya bissu juga tidak memandang siapapun yang bersamanya. Baik laki-laki atau perempuan bisa saja diperlakukan yang sama oleh para bissu tersebut. Bahkan, untuk karakter Mapata sendiri juga sering melakukan hubungan intim pada remaja di bawah umur sehingga dapat dikatakan bahwa meskipun buku ini menarikn, masih ada banyak hal yang dirasa masih tabu bagi lingkungan kita sehari-hari.
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa dengan plot yang disampaikan lewat sudut pandang Mapata. Hal tersebutlah yang dirasa menarik karena mengingat kondisi Mapata yang saat itu berada di ambang kematian masih mampu untuk menceritakan kisah-kisah yang tak kalah menyeramkan yang terjadi pada masa lalu. Meskipun perlu di ingat kembali bahwa kebijaksanaan pembaca merupakan hal yang utama dalam membaca buku ini, sehingga hal tersebut menjadi pilihan bagi pembaca untuk menilai sendiri apakah buku ini dapat dikatakan sebagai buku yang bagus ataukah buku ini hanya memuat modifikasi dari budaya semata.