Lompat ke konten

Teduh

Ilustrasi oleh Fadya Choirunnisa
Oleh: Agung Cahyono P. *

Aku mulai bingung bagaimana caraku menyapamu dari kejauhan, sedangkan menyapamu dari dekat saja aku sungkan. Cerita yang dari dulu saja sudah asing, kita justru malah menjadi usang. Cerita panjang, dalam pertemuan singkat.

         Binar matamu lebih terang dari pijar purnama, sikapmu lebih tenang dari lautan malam, dan parasmu lebih hangat dari mentari yang baru terlihat. Perihal memujimu mungkin aku sudah mulai kehabisan cara, tapi semesta juga tahu jika cantikmu tidak hanya lahir dari paras. Cantik yang kau punya adalah kombinasi dari hati yang teduh dan pikiran yang utuh. Jika siang yang panas tidak kalah dengan sikapmu yang dingin, lantas bagaimana dengan aku yang sampai saat ini masih kau anggap seperti angin, yang kau biarkan berhembus begitu saja tanpa kau sadari bahwa hadirku adalah selamanya.

         Hai makasih yaa, udah jadi alasan buat terus berdiri bahkan lari, maaf belum sempat mengantarmu ke ujung dermaga. Maaf belum sempat mengajakmu menikmati membeli sarapan di awal pagi, belum sempat menyusuri lorong perpustakaan yang berisi buku-buku yang masih kalah menarik dengan dirimu, belum sempat mengajakmu minum kopi sambil melihat langit yang mulai merekah, dan juga maaf belum sempat mengajakmu menghabiskan malam dengan menatap laptop bersebelahan sambil berharap bahwa esok akan hadir bahagia tanpa berkesudahan. Maaf untuk ruang dan waktu yang saat ini mungkin belum aku beri secara penuh, tapi percayalah bahwa hatiku untukmu itu.

         Sastra lama berkata, di langit yang kau tatap ada rindu yang aku titip. Tapi bagi aku tidak cukup jika hanya menitipkan rindu saja kepada langit. Ada doa baik yang selalu aku titip kepada langit agar kau selalu baik-baik saja disana. Doa yang aku harap selalu jatuh di kamarmu, doa yang aku harap selalu masuk ketika kau membuka jendela pagi, dan tentunya doa yang aku harap juga bisa masuk relung hatimu. Yaa, perihal masuk ke pintu hatimu adalah tujuan akhir dari semua perjalananku. Perjalanan panjang yang lebih berat karena selalu diiringi rindu dan waktu. Perjalanan yang entah kapan berakhir, padahal jelas-jelas sebuah perjalanan yang tidak pernah melewati mulai. Cuaca di luar mungkin sedang buruk, tapi aku harap komunikasi kita selalu baik. Mungkin kau tidak butuh payung dalam perjalanan hidupmu,  dalam dekapan mentari siang yang panas atau ujaran hujan yang deras, hatimu akan selalu menjadi tempat bermukim yang teduh. Entah siapa nanti yang akan tinggal di hatimu, percayalah aku sekarang adalah orang yang mengusahakan itu.

Malang, 24 Juni 2023

(Visited 80 times, 1 visits today)
*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?