Lompat ke konten

Pertanyaan Seorang Remaja

Ilustrator : Dhesia R.
Oleh: Fadya Choirunnisa*

Termenung di bawah pohon mangga, menghitung semut yang sedang berjajar berbondong membawa sesuatu. Hari ini aku sedang bingung, ingin bercerita tapi tak sampai kepada telinga manapun, hati siapapun. Rasanya seperti bermonolog tanpa penonton. Di pinggir jalan, dibawah pohon mangga berjongkok sambil menopang dagu, melirik kanan kiri dengan malas.

Aku melihat keatas langit begitu cerah berwarna biru. Ditemani jeruk asem beralih melihat jalan, mataku semakin sipit menahan kantuk.

Sudah berapa motor yang lewat? Pengendaranya kebanyakan ibu-ibu yang habis menjemput anaknya sekolah. Kalian tahu ini hari apa? Hari pertama sekolah setelah liburan panjang. Ini adalah hari pertama aku tak lagi pergi sekolah setelah liburan panjang. Rasanya seperti ada yang hilang.

Seharusnya aku pergi ke sekolah bertemu dengan teman, guru atau bahkan seperti ceking bertemu dengan orang baru. Pasti kalian tidak kenal dengan ceking. Ceking adik laki-lakiku, sangat kurus dan penurut. Adik yang sangat pengertian tapi pemalas.

Kau tahu hari ini merupakan hari pertama ceking menjadi siswa SMP. Banyak hal membuatku penasaran, seperti apakah dia akan punya teman baru yang baik? Apa orang-orang akan baik kepadanya? Tak ada hentinya jika aku terus memikirkan rasa penasaranku hari pertama ceking masuk dunia remaja.

Kualihkan pikiranku, kembali termenung mencari celah kesenangan di tengah kebosanan akut. Melihat orang-orang itu yang berlalu lalang. Mereka seperti semut-semut di bawah pohon mangga, sangat sibuk berjalan kesana kemari.

Banyak yang bekerja di siang hari ini. Ada yang pakai seragam, membawa cangkul, menyetir truk. Banyak sekali, hingga ku tengok langit. Burung-burung bekerja mencari makan untuk anak mereka, juga mencari kayu untuk membangun sarang.

Tapi apa aku, tak melakukan apa-apa hanya termenung meratapi nasib. Bahkan tak lebih berguna dari kupu-kupu yang terbang kesana kemari. “Huwaaa bosan sekali aku. Lebih baik mati saja daripada tidak melakukan apa-apa” Keluhku membawa pilu. Kusandarkan badanku pada pohon mangga itu. Apa ada yang bisa kulakukan.

Teringat pada sebuah dialog sinetron yang dilihat tetangga sebelah. “Ya beginilah aku tak punya mimpi ataupun cita-cita. Eksistensi ya begini aja, tidak ada guna biasa aja. Gak ada tujuan” Pilunya di depan teman-temannya.

Aku hanya tertawa mendengar kalimat itu, mana ada remaja yang tidak bermimpi, sangat lucu. Tapi lihat aku sekarang, punya mimpi tapi tak tahu harus apa. Benar-benar pengecut.

Pada akhirnya aku tidak tahu apa apa, aku yang berusaha mengerti benar-benar tidak tahu apa-apa.

Aku tidak tahu bagaimana harus bersikap.

Tidak tahu bagaimana berbicara.

Semua perspektif ku salah.

Semua hal yang aku bangun untuk aku percaya, semuanya salah.

Aku hanya pihak yang ternyata paling egois.

Ternyata aku hanya anak yang tidak pernah berpikir secara benar, egois hanya mau memikirkan apa yang ingin aku pikirkan ingin aku percayai.

Pada akhirnya aku gagal dalam menilai perasaan orang lain.

Menilai segala sesuatunya.

Oleh karena itu setiap orang yang aku temui, meragukan aku sebagai orang yang dapat dipercayai.

Menyesal aku masih belum mampu di situasi seperti ini.

(Visited 188 times, 1 visits today)
*) Penulis merupakan mahasiswi Sosiologi angkatan 2020 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Saat ini aktif di divisi Sastra LPM Perspektif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?