Oleh: Agustina Rosianawati*
Dea, puisi itu hanya kata-kata
Dan kata-kata hanya kemasan untuk makna
Yang kita cerna
Ia bisa begitu penting atau biasa saja
Tak apa
Jadi begini Dea
Jangan pikirkan pilihan diksi
Gunakan saja apa yang ada
Misalnya …
Kabut kesepian yang memelukmu itu
Yang begitu tebal
Menghalangi pandangan
Yang begitu bebal
Memisahkanmu dari keramaian
Malam ini langit kembali pekat
Hujan lebat
Kuseduh kopi hangat
Lagi lagi kuingat
Pelukan dan tatapan ibu yang masih lekat
Ku ingat gurat dikepalanya
Kuingat juga wajahnya
Sembab penuh air mata
Anaknya jauh pergi
Meninggalkan rumah yang dibuat
Aku rindu rumah
Rindu orang tua
Aku rindu rumah
Rindu mencicipi masakannya
Aku rindu rumah
Rindu bercengkrama
Aku ingin membantu menopang sayapnya
Sayap peneduh
Pelindung anak yang takut dunia
Aku akan bertanggung jawab
Menjawab kecemasan ibu yang terus terucap
Aku hanya ingin
Membahagiakan rumah
Aku hanya ingin
Membahagiakan keluarga
Aku ingin bersandar
Pada dinding kamar
Menumpahkan lelah tanpa kesah
Menumpahkan peluh tanpa resah
Aku takkan mati tanpa usaha
Agar kulihat wajah ibu
Tersenyum dengan bangga
*)Tentang Penulis: Penulis merupakan mahasiswi Psikologi Universitas Brawijaya angkatan 2015. Saat ini ia aktif berproses di LPM Perspektif.