Lompat ke konten

Sayap Putih Advokasi yang Ternodai

Ilustrasi: Muthia

MALANG, PERSPEKTIF – Rabu, 13 Agustus 2025 pukul 01.30 dini hari, suara ketukan keras di pintu rumah Michelle (bukan nama sebenarnya) memecah kesunyian. Ketukan itu membangunkan seisi rumah, Michelle terpaksa bangun dari tidur lelap akibat kelelahannya dengan rasa panik. Di luar, berdiri seorang kurir membawa paket perlengkapan ospek yang sudah dipesan jauh-jauh hari. Bukan kabar baik yang datang, melainkan rasa kecewa.

Slayer yang diterimanya tidak rapi, buku yang seharusnya tebal dan rapi tampak tipis dan tidak berwarna jingga, tisunya hanya sebungkus kecil berisi lima lembar, dan beberapa perlengkapan lain sama sekali tak ada. “Aku langsung mikir, wah ini fix scam. Bayar mahal, barangnya enggak layak, dikirim tengah malam pula,” ujarnya dengan nada getir (20/08).

Cerita Michelle hanyalah satu dari ratusan mahasiswa baru Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) yang menjadi korban bisnis “jasa joki ospek”. Bagi mahasiswa baru, perlengkapan ospek adalah kewajiban. Ada syarat seragam, slayer, buku bersampul warna tertentu hingga aksesori kecil yang jika tidak lengkap bisa berujung teguran saat kegiatan. 

Banyaknya tugas ospek yang berlapis mulai dari tugas ospek Universitas hingga ospek fakultas membuat banyak maba merasa tertekan dan langsung percaya ketika muncul tawaran paket siap antar dengan harga Rp75.000.

Apalagi, tawaran itu datang dengan “cap kepercayaan” dari Bagian Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Advokesma) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP. Lembaga yang seharusnya menjadi garda depan perlindungan mahasiswa justru membuka pintu bagi sebuah bisnis yang berujung merugikan.

Janji Palsu dari “Kantor Ospek”

Kronologi penipuan ini bermula sederhana. Di sebuah grup Telegram official FISIP, seorang kakak tingkat dengan display name “Advokesma_(nama)” menyapa, “Eh, gimana persiapan ospeknya?” Saat beberapa maba mengeluh kewalahan, tautan menuju akun Instagram bernama “@kantor.ospekbraw” langsung dibagikan.

Awalnya, harga yang tertera terlihat meyakinkan “only Rp75.000” untuk satu paket perlengkapan. “Aku percaya karena yang share itu akun Advokesma. Jadi otomatis mikirnya aman,” kata Michelle.

Namun, kenyataannya jauh berbeda. Rp75.000 itu hanyalah DP (Down Payment). Setelah mengisi formulir, mahasiswa diwajibkan melunasi hingga Rp170.000. “Awalnya aku pikir Rp100 ribu-an lah totalnya. Eh, pas cek formulir, harus lunas Rp170.000 Udah kadung bayar DP, mau enggak mau diterusin,” ungkapnya.

Cara pembayaran pun tak wajar. Transfer yang dilakukan melalui e-wallet maupun m-banking harus diikuti dengan tambahan “biaya admin” Rp1.000–Rp2.000 meskipun melalui bank yang sama.

Hari pengantaran pun menjadi mimpi buruk. Ada yang menerima barang dalam kondisi buruk: sampul buku salah warna, slayer benangnya keluar, hingga tisu murahan. Ada yang menunggu hingga larut malam tanpa kepastian. Bahkan ada yang tidak menerima barang sama sekali.

Seorang korban menceritakan, “Aku dijanjikan paket jam 10–12 siang. Sampai sore enggak datang. Aku maklum karena rumahku jauh. Tapi pas datang, isinya cuma tisu kecil. Rp170.000 kok segini?” keluh Michelle.

Misteri Kontrakan di Suhat

Kekecewaan mahasiswa baru akhirnya memuncak. Beberapa korban yang merasa ditipu nekat melacak alamat yang disebut sebagai markas “Kantor Ospek” di kawasan Suhat, Kota Malang.

Yang mereka temukan justru rumah kontrakan yang sepi. Pintu terkunci rapat, tetapi lampu di dalam menyala. Di teras terlihat motor berplat Jakarta yang tidak dikunci ganda. Dari jendela, tampak laptop dan perlengkapan masker berserakan di kursi.

“Kami ngintip lewat jendela, kelihatan jelas barang-barang masih di dalam. Rasanya kayak markas sindikat yang sengaja kabur,” ujar Michelle.

Seorang tetangga memberi informasi bahwa penghuni kontrakan baru saja pergi menggunakan mobil berplat Bandung, meninggalkan rumah terbuka namun kosong. Lainnya menyebut penghuni rumah jarang berinteraksi, sering didatangi banyak mahasiswa, dan disebut-sebut hanya menyewa kontrakan.

Bagi para korban, potongan informasi ini makin menegaskan kecurigaan bahwa bisnis joki ospek dijalankan secara terorganisir. Tidak hanya soal barang yang tak kunjung datang, tetapi juga skema penyamaran: nomor kurir yang selalu berbeda, akun Instagram yang sudah berganti nama delapan kali, hingga metode refund via e-wallet anonim.

Ketika Sayap Putih Advokasi Ternodai

Di titik inilah peran Advokesma dipertanyakan. Sejak awal, akun resmi mereka menjadi pintu masuk rekomendasi jasa ini. Ketika masalah meledak, yang muncul justru klarifikasi dan permintaan maaf dari beberapa menteri BEM. “Kami minta maaf, niatnya baik, enggak ada maksud scam,” begitu salah satu isi pesan dari Staff Advokesma di grup telegram mahasiswa baru (17/08).

Namun, permintaan maaf itu dianggap hambar. Identitas pelaku tak pernah dibuka, alasan yang diberikan dianggap berputar-putar, ada yang menyebut ini “human error,” ada pula yang mengaku hanya membantu rekomendasi.

“Aku merasa dijadikan kambing hitam. Aku yang speak up, malah di-bully di grup prodi lain, dibilang sok keras, dianggap OOT (Out of Topic, red). Padahal aku cuma bela teman-teman,” kata Michelle. Ia mengaku kehilangan rasa hormat pada lembaga yang seharusnya melindungi.

Tidak hanya dijadikan sebagai kambing hitam, tetapi Michelle juga terpaksa untuk merelakan kerugian dan memaafkan para pelaku tanpa mengetahui siapa pelaku utamanya. “Kamu lapang legowo saja maafin kakak-kakaknya”, ujar salah satu Ketua Himpunan Mahasiswa kepada Michelle (16/08).

Dampak yang ditanggung korban bukan hanya kerugian uang. Bagi sebagian mahasiswa, Rp170.000 berarti uang makan dua minggu. Ada yang harus meminjam dan meminta uang tambahan dari orang tua, ada yang terpaksa begadang menyiapkan ulang perlengkapan, bahkan ada yang jatuh sakit karena kelelahan.

“Aku drop, panas, kaki bengkak karena jalan kaki cari perlengkapan. Aku enggak punya motor, duit pas-pasan. Jadi harus jalan dari Suhat-Sardo (toko serba ada di daerah Gajayana, red). Pulang-pulang sakit, besoknya dimarahin korlap karena ketiduran,” cerita salah satu korban lainnya.

Salah satu ex-staff Advokesma BEM FISIP 2023 juga turut mengutarakan kekecewaannya terhadap kasus ini. “Itu sebenarnya sedih banget sih soalnya kayak yang awalnya katanya Malaikat Jingga, kan Malaikat itu ibaratkan ya sosok yang membantu ya. Nah, sekarang jadinya sosok yang kayak menyengsarakan,” tuturnya (21/08).

Pelajaran Pahit dari Dunia Kampus

Kasus ini akhirnya sampai ke Bagian Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) BEM FISIP. Ada pengakuan bahwa penyalahgunaan wewenang memang terjadi. “Kalau lembaga resmi merekomendasikan usaha yang melanggar aturan, jelas itu abuse of power,” jelas salah satu staff kastrat saat ditanyai oleh maba (14/08).

Meskipun Press Release telah dikeluarkan dan Surat Peringatan telah dilayangkan kepada seluruh pananggungjawab dan staff Kementerian Advokesma, hingga saat ini (21/08) masih ada korban yang belum menerima refund, dan janji advokesma untuk memberikan kompensasi berupa penambahan Rp30.000 kepada pembeli yang menerima barang dalam kondisi tidak lengkap, belum terlaksana sepenuhnya. Selain itu, Advokesma juga tidak memberikan keterangan lanjutan terkait pemulihan nama baik maupun pertanggungjawaban sosial kepada mahasiswa baru yang merasa dirugikan.

“Kita sebagai korban, di mana-mana kita berhak tahu siapa pelakunya itu. Kenapa sampai memanfaatkan kepanikan maba buat kebutuhan mereka sendiri?” tanya Michelle mengenai identitas pelaku utama yang saat itu masih belum terungkap.

Yang lebih menyakitkan, kasus ini membuat reputasi fakultas tercoreng. Cerita soal joki ospek dengan embel-embel rekomendasi BEM menyebar cepat ke tongkrongan mahasiswa fakultas lain. “Kata mereka, FISIP problematik, enggak bisa jaga maba. Malu banget,” ungkap seorang korban.

Pertanyaannya kini sederhana tapi mendasar: untuk siapa advokasi mahasiswa ada? Apakah untuk melindungi mahasiswa baru yang rentan, atau sekadar jargon kosong yang bisa dijual?

“Advokasi harusnya bikin aman, bukan bikin trauma,” tegas Michelle.

Dan dari sini, sebuah pelajaran pahit mengemuka: di balik jargon mahasiswa sebagai agen perubahan, ada sisi gelap ketika lembaga yang seharusnya mengadvokasi justru ikut menjerumuskan. Selama pelaku ditutup-tutupi dan lembaga tak mau berbenah, luka ini akan terus membekas.

Bagi mahasiswa baru FISIP yang menjadi korban, langkah pertama di dunia kampus bukan dimulai dengan solidaritas dan sambutan hangat, melainkan dengan pengkhianatan. Hingga berita ini diterbitkan, Menteri Advokesma belum sama sekali merespon pesan dari tim LPM Perspektif. (nka/mag)

(Visited 1,161 times, 1 visits today)

4 tanggapan pada “Sayap Putih Advokasi yang Ternodai”

  1. Saya bukan korban, tapi saya benci ketika sudah muncul tindakan merendah terhadap orang yang sudah melakukan kebenaran. Disini titik potensi “senioritas” mulai akan dipertanyakan dan berakhir buru. Bukan menjadi teladan, namun ingin menjadi yang paling berkuasa

  2. Sebelumnya saya sudah mendapatkan barangnya namun barang tersebut datang sangat telat padahal waktu itu saya mengisi dibagian gform barang saya akan dikirimkan estimasi jam 7 malam sampai pukul 9 malam, tetapi barangnya justru datang pada larut malam yakni pukul 12 malam pada saat saya sudah sangat lelah baik fisik maupun mental. Saat barang tersebut datang dalam paket pengiriman atribut nya tidak lengkap nametag yang seharusnya ada foto saya justru tidak ada kemudian untuk slayer dan kain spunbond juga tidak diberi tulisan “FISIP” . Karena akhirnya saya terpaksa mencari barang tersebut melalui pedangang eceran dan ketika saya beli di pedagang eceran tersebut saya justru mengeluarkan uang yang lebih murah dibanding melewati kantor ospek. Di toko eceran saya hanya merogoh uang sebesar 30k saja tetapi di kantor ospek saya bisa merogoh uang sebesar 170k. Saya merasa dirugikan baik secara fisik maupun mental saya yang seharusnya bisa tidur dengan nyenyak karena sudah menyiapkan barang osfak tersebut dari jauh hari justru mengalami mimpi terburuk.

  3. haloo kakak-kakak semua, sebelum nya izin ya mau bercerita (btw aku anak rantau). aku termasuk salah satu orang yang joki di kantor ospek, awalnya aku ragu untuk ikut joki kayak gini karna aku punya kating (beda jurusan tp sama-sama fisip) dan dia bilang gausah ikut kaya gtu mending beli sendiri aja soalnya takut scam. aku sempet ragu untuk ikut po di kantor ospek tapi karna kemarin tugas rabraw yang lumayan banyak, dan aku ga punya kendaraan untuk nyari barang-barang ospek akhirnya aku mutusin untuk po ddngan harapan bisa nge bantu aku. aku milih untuk di antar jam 10-12 tapi pas jam segitu kok belum dateng-dateng juga ya? trs ga lama dapet notif dari gc po kalau pesanan membludak jadi pengiriman akan sedikit terlambat. aku di sini masih biasa-biasa aja kaya oh yaudah lah, tapi pas waktu itu hari udah makin malem dan aku mulai panik karna barang nya belum dateng-dateng juga, aku dan temen kost ku (yg ikut po juga) panik banget dan bingung harus kayak gimana, karna uang kita pas-pasan bgt dan ga ada kendaraan buat nyari barang-barang yang dibutuhin kalaupun naik gojek itu ongkosnya juga ga murah. akhirnya kita berdua mutusin buat nyari barang ospek di sekitar kost an dulu, tapi pada ga ada, akhirnya kita mutusin buat mesen grab (ini pun bayarnya patungan) ke daerah suhat buat nyari-nyari barang yang belum kebeli kita muter-muter tapi ga dapet apa-apa karna udah pada habis dan di situ posisi nya udah jam 11 malem, akhirnya kita mutusin buat pulang dan nunggu barang po di kost. kita nunggu sampe jam set 2 dan itupun sambil nahan ngantuk dan akhirnya kita mutusin buat tidur sebentar dan kebangun lagi jam set 3 dengan harapan setalah bangun barangnya udah sampe, tapi kenyataannya ga gtu. po punta temen ku Alhamdulillah nya dateng pas kita udah mau berangkat cuman di dalemnya banyak barang yg ga ada kaya buku, nametag, sama bag tag. di sinj aku panik bgt karna punya ku ga dateng-dateng juga trs akhirnya akj mutusin buat ke daerah veteran dan nyari itu pagi-pagi belum lagi jam-jam segitu dingin bgt.. trs setelah dapet beberapa barang yg belum punya aku ke fotocopy an dl untuk bikin nametag sama bagtag dan di situ fotocopy full penuh semua sampe di oper-oper ke fotocopy samping, trs punya ku baru jadi jam 04:59 di mana gerbang katanya di tutup selama di jalan aku cuman bisa berdoa semoga ga telat, Alhamdulillah nya engga. aku punya asam lambung dan maag, dan di hari itu aku belum sarapan, aku di situ nahan-nahan sampe akhirnya boleh di suruh makan cmn aku lupa bawa obatnya jadi masih aga sedikit nyeri. aku ngerasa bersalah karna pas materi aku malah tidur tapi jujur itu cape bgtt. dan Alhamdulillah nya setelah nyoba chat pihak po yg awalnya ga aktif akhirnya di jawab dengan bukti tf refund dengan jumlah 170k. harapan aku kedepannya ga ada yang kaya gini lagi karna kasian kalo maba tahun depan ngerasain hal yang sama apa lagi yang anak rantau, ga ada kendaraan, dan uang pas pas an kaya aku.

  4. Kredibilitas para pejabat Advokesma BEM patut dipertanyakan. Hilangnya integritas dan rasa tanggung jawab mereka sudah melenyapkan respect para maba ke katingnya yang notabenenya seharusnya membimbing adik-adik tingkat. Evaluasi total sangat diperlukan di keseluruhan staf BEM untuk mencegah terulangnya peristiwa ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?