Malang, PERSPEKTIF – Pemberian honorarium Asisten Praktikum (Asprak) Program Studi (prodi) Sosiologi Universitas Brawijaya (UB) mengalami keterlambatan dibandingkan semester lalu. Himpunan Mahasiswa Sosiologi (Himasigi) melaporkan bahwa pada bulan Juni gaji para asprak belum juga diberikan. Keterlambatan ini terjadi karena kekosongan kas dari fakultas dan Prodi Sosiologi yang berakibat tertundanya pemberian honorarium asprak pada semester genap tahun ajaran 2023/2024 yang baru diberikan bulan September ini.
Pada Senin (02/09) lalu, Himasigi sudah melakukan audiensi dengan notulensi yang diposting di akun Instagram Himasigi, bahwa keterlambatan honor disebabkan oleh perubahan prosedur. Pihak Himasigi menyampaikan bahwa sebelum dilakukan audiensi, pihaknya telah menghubungi sekretaris Departemen Sosiologi untuk menagih hak-hak dari Asisten Praktikum yang justru mendapatkan hasil kurang memuaskan.
“Disitu jawabannya agak aneh, karena dia (Sekretaris Departemen Sosiologi, red) bilang, ‘Jadi buat dapet uang itu harus ada pengisian logbook, Mas.” Dia bilang kalau aspraknya tuh pada nggak mengisi logbook. Padahal kita udah ngetrack aspraknya, sudah pada mengisi logbook dan sudah siap buat dapet honorarium, sebenarnya,” ungkapnya.
Setelah adanya proses diskusi, pihak Departemen Sosiologi mengaku bahwa terjadi kekosongan kas yang disebabkan manajemen pemberian honor yang berubah. Sebelumnya, manajemen honor dikelola secara terpusat, namun sekarang setiap mata kuliah mengelola anggarannya secara mandiri. Proses administrasi yang terpisah ini memperlambat pencairan honor.
“Nah, problemnya dari FISIP ini nggak ngasih uang. Ada kekosongan kas dari FISIP, dari prodi juga ada kekosongan kas, dan nggak ada yang bisa nalangin. Akhirnya, ada keterlambatan gaji,” terang pihak Himasigi.
Selain keterlambatan, terjadi penurunan standar honorarium asprak. Dari laporan Himasigi didapat bahwa honorarium yang diterima asprak pada awalnya sekitar Rp500.000, namun kini honorarium menjadi sekitar Rp300.000 dengan pemotongan pajak sebesar 6%. Meskipun begitu Benito, salah satu asprak Sosiologi berpendapat bahwa honorarium yang diterima cukup wajar mengingat beban kerja yang tidak begitu berat dibandingkan Asprak tingkat lebih lanjut yang seharusnya menerima uang akomodasi lebih banyak.
Berlanjut pada beban kerja yang harus ditanggung oleh Asprak sendiri ada berbagai macam tingkatan dan lokasi penelitian yang mengharuskan adanya turun lapangan dan pendampingan. Pendampingan ini memerlukan uang transportasi dan akomodasi lainnya sehingga honorarium yang dipotong ini bisa dibilang tidak bisa sepenuhnya menutupi uang pribadi Asprak.
Benito sendiri berharap bahwa permasalahan administrasi ini bisa segera diatasi dan prosedur pengelolaan honor dapat diperbaiki. Ia khawatir, jika administrasi tidak diperbaiki, minat orang untuk menjadi asprak mungkin akan menurun. “Harapan itu bisa lebih disiplin aja sih dalam apa ngerjain tugas administrasinya itu sih mungkin harapanku ya jadi biar takutnya minat orang jadi asprak turun juga. Menghindari hal-hal kayak gitu sih,” jelas Benito.
Tim Perspektif juga sudah menghubungi Anik Susanti selaku Kepala Program Studi (Kaprodi) Sosiologi pada Selasa (10/07) untuk dimintai keterangan atas peristiwa ini, serta antisipasi kedepannya. Namun, Anik menolak dan tidak berkenan untuk menjawab karena menurutnya, masalah sudah terselesaikan. (pa/est/nt)