Malang, PERSPEKTIF – Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Universitas Brawijaya (UB) dan Eksekutif Mahasiswa (EM) UB pada Selasa (28/05) dinilai kurang optimal. Rapat yang diadakan untuk membahas pelaksanaan undang-undang terkait pengambilan kebijakan eksternal EM dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berlangsung kurang kondusif dan terhambat.
Revanda, Ketua DPM UB mengatakan bahwa RDP diselenggarakan sebagai bentuk pelaksanaan undang-undang yang menyebutkan bahwa setiap pengambilan kebijakan strategis internal maupun eksternal EM harus mendapatkan persetujuan dari DPM.
Lebih lanjut, ia juga menyatakan bahwa RDP sudah mampu menghasilkan keputusan, walaupun dalam proses rapat sempat terjadi kesalahan.
“Presiden EM sudah bisa menjawab dia mau mengambil posisi apa, kebijakannya bagaimana, dan kenapa dia mau mengambil keputusan tersebut. Tapi ada beberapa kesalahan sehingga proses berjalannya sidang tidak sesuai dengan topik sidang,” ucapnya (4/6).
Selain itu, Revanda turut menyatakan kekecewaannya terkait jalannya RDP yang dinilai terganggu dengan tidak hadirnya Presiden EM secara langsung yang menurutnya menunjukkan sikap kurang kooperatif.
“Tentu kecewa karena Presiden EM tidak menginfokan sebelumnya kalau dia pergi ke Bandung. Walaupun dia hadir Zoom Meeting, tapi tahapan (rapat, red) jadi gak kondusif karena dia hadir dari luar, sementara itu ada keterlambatan dari DPM karena ada kesalahan teknis. Akhirnya pelaksanaan RDP jadi tidak maksimal,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Satria Naufal selaku Presiden EM UB 2024 mengatakan bahwa ketidakhadirannya dalam RDP disebabkan oleh kurangnya komunikasi dari pihak DPM UB.
“Sebetulnya (panggilan dari, red) DPM UB bagiku begitu mendadak dan tidak komunikatif secara formal. Ketika aku ada di Malang, tidak ada informasi dan upaya-upaya yang cukup interaktif yang ditempuh secara luring. Ketika aku ada di Bandung atau ada di luar kota, baru kemudian diadakan (rapat RDP, red),” tegasnya (5/6).
Satria juga menganggap bahwa mekanisme pelaksanaan RDP yang diselenggarakan oleh DPM UB cukup berantakan.
“Struktur acara dan komponen-komponen di dalamnya sungguh berantakan. Hal ini menunjukkan bahwa integritas dan komitmen DPM UB dalam hal memanggil dan mengawasi menurut kami masih belum bisa dibuktikan dengan cukup konkrit. Apalagi setiap anggota dewan DPM UB punya konstituen, punya manusia-manusia yang harus dipertanggungjawabkan aspirasinya,” tambahnya.
Selain itu, Satria juga turut menyatakan kekecewaannya terhadap DPM UB yang baru memanggil pihak EM untuk menghadiri RDP ketika ada momen-momen politik. Di saat pelaksanaan RDP program kerja staf kementerian, ia merasa EM sangat jarang bahkan hampir tidak pernah diulik sama sekali dalam forum tersebut. (lzh/hn/sj)