Lompat ke konten

Ketimpangan Etika: Keharusan Menghormati yang Lebih Tua 

Ilustrasi: Muthia
Oleh: Saskia Emma Putri Adeline*

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang menerapkan etika dan sopan-santun di dalam perilaku mereka. Manusia merupakan makhluk bebas yang memiliki kehendak untuk melakukan keinginan dirinya sendiri, Tetapi, tetap harus ada pembatas ataupun penahan agar manusia tidak semena-mena. Etika pun hadir sebagai pegangan hidup untuk manusia dalam menjalani kesehariannya. Jadi, apa yang harus dilakukan ketika hal yang dipegang itu menimbulkan ketimpangan bagi sesamanya?

Sebagai warga negara Indonesia yang selalu menjunjung etika sedari kecil, hampir seluruh masyarakat Indonesia diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua. Tradisi salim, menunduk, mengucap “permisi” ketika melewati orang yang lebih tua contohnya, hal ini sering dijumpai dan telah menjadi kebiasaan sebagian orang Indonesia. Etika kepada orang yang lebih tua ini juga mencakup tentang bagaimana cara bertutur kata. Bagi seseorang yang lebih muda, mereka dituntut untuk lebih menghaluskan tutur bahasa agar tidak menyinggung orang yang lebih tua dan harus dihormati itu.

Akan tetapi, akhir-akhir ini, banyak orang tua mengeluh tentang anak muda sekarang yang mereka sebut tidak memiliki etika. Demikian golongan yang lebih tua ini merasa bahwa anak muda di zaman sekarang lebih sering melawan mereka secara verbal. Oleh karena adanya stereotip tersebut, generasi sekarang dilabeli sebagai generasi minim etika.

UNICEF: Anak Melawan Karena Pernah Merasakan Kekerasan

Jika ditarik garis lurus, perlawanan yang diberikan oleh anak muda bukanlah tanpa alasan. Karena nyatanya, anak-anak yang dulunya menjadi korban kekerasan fisik maupun psikologis ini mulai tumbuh dan melawan. Mereka yang telah merasakan hal tersebut sejak kecil akan menganggap kekerasan verbal maupun non-verbal itu sebagai hal normal dan mulai menerapkannya ke orang sekitar mereka.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pola asuh otoriter atau sewenang-wenangnya yang diterapkan oleh orang tua berpengaruh besar dalam proses tumbuh kembang anak. Pola asuh otoriter yang dimaksud di sini merupakan tipikal ketika figur orang tua terlalu sering menyuruh-nyuruh anak, tidak mendengarkan keluh-kesah mereka, serta menganggap hanya orang tua saja yang paling benar di dalam hubungan keluarga tersebut.

Dalam interaksi komunikasi, etika memegang peranan penting dalam prosesnya. Upaya penyampaian pesan antara dua orang atau lebih harus disertai dengan etika, agar pesan tersebut tersampaikan dan dapat diterima dengan sempurna. Akan tetapi, pola asuh otoriter dan sikap orang tua yang tidak mementingkan anak secara tidak langsung menghapus etika dalam hubungan orang tua-anak. Oleh karenanya pula, mustahil rasanya sebuah komunikasi “atas-bawah” dilakukan dengan etika, sebab figur yang seharusnya mengajarkan sopan-santun itu sendiri tidak mencontohkannya.

Apakah salah jika seorang anak melakukan hal yang sama seperti orang tuanya?

Anak durhaka, tidak punya etika, minim sopan-santun, dan sebutan lainnya yang sudah tertempel di benak golongan tua ini perlu diluruskan. Jarang ada yang menyatakan bahwa orang yang lebih tua juga durhaka dan tidak memiliki etika karena gagal mencontohkan sopan-santun yang dijunjung. Namun sayangnya, masyarakat terlalu menormalisasi masalah remeh tentang etika ini hingga orang yang lebih tua bisa bersikap semena-mena terhadap orang dengan umur di bawahnya.

Sungguh disayangkan menyadari bahwa meskipun etika seharusnya dijunjung tinggi di Tanah Air ini, masih ada beberapa pihak yang kesulitan menerapkannya secara timbal balik. Dalam banyak kasus, pihak yang lebih tua sering kali tidak memberikan respons yang setara. Mereka cenderung beranggapan bahwa sebagai pihak yang lebih tua, sudah sewajarnya mereka mendapatkan penghormatan lebih dari pihak yang lebih muda. Tetapi, mereka seringkali lupa bahwa penghormatan seharusnya bersifat dua arah. Orang yang lebih muda juga pantas menerima perlakuan yang baik dan dihargai pendapat serta kontribusinya. Ketidakseimbangan ini menciptakan kesenjangan dalam interaksi sosial dan menghambat terciptanya lingkungan yang saling menghormati.

Efek buruk dari ketidakseimbangan ini adalah bahwa pihak yang lebih tua sering kali merasa memiliki kewenangan lebih untuk bersikap semaunya terhadap yang lebih muda. Mereka mungkin merasa bahwa status usia mereka memberikan hak istimewa untuk bertindak tanpa memikirkan dampaknya terhadap pihak yang lebih muda. Sementara ketika yang lebih muda mulai berani menjawab atau merespon sikap ketidaksopanan tersebut, pihak yang lebih tua seringkali menganggap bahwa etika dan rasa hormat telah hilang dari generasi muda. Ironisnya, mereka tidak menyadari bahwa justru etika dan penghormatan dari pihak yang lebih tualah yang terlebih dahulu hilang. Ketidaksadaran ini dapat memperburuk hubungan antar generasi dan menghambat terciptanya lingkungan yang saling menghargai dan memahami.

Generasi sekarang, yang lebih sering disebut gen Z, sering kali mendapat cap buruk karena mereka cenderung membalas perkataan orang yang lebih tua. Pandangan ini banyak diperdebatkan, terutama di media sosial. Mengutip dari salah satu cuitan dari akun X, seorang anonim menyatakan, “Kalau dia enggak sopan sama gue, kenapa gue harus sopan sama dia?” Ternyata, banyak orang yang sependapat dengan pernyataan ini. Mereka merasa bahwa penghormatan harus bersifat timbal balik dan bahwa ketidaksopanan dari pihak yang lebih tua tidak seharusnya diterima begitu saja. Pendapat seperti ini menunjukkan bahwa gen Z menuntut perlakuan yang adil dan tidak ingin dihargai hanya berdasarkan usia, tetapi juga berdasarkan sikap dan tindakan. Hal ini mencerminkan perubahan nilai-nilai sosial di kalangan generasi muda, yang lebih menekankan pada kesetaraan dan penghormatan yang saling menguntungkan.

Perkara hormat-menghormati, sudah seharusnya sesama manusia melakukan hal tersebut. Tak ada lagi guna etika apabila salah satu pihak mengabaikannya. Apakah menyalahi aturan, apabila seseorang persis bertingkah laku seperti lawan bicaranya yang sedari awal tidak menggunakan etika? Rasa-rasanya tidak, karena itulah keadilan.

Telah terjadi ketimpangan apabila yang muda wajib berperilaku sopan dan sesuai etika sedangkan orang yang lebih tua bisa bersikap semaunya. Tidak akan terjadi komunikasi dengan baik apabila salah satu pihak bersikap berat sebelah. Maka dari itu, samakan saja keduanya, jikalau yang tua mau bertindak semena-mena, yang muda juga berhak melakukan hal tersebut. Pada akhirnya, orang yang lebih tua tidak bisa lagi memanggil generasi sekarang sebagai generasi minim etika.

Jika kedua pihak mengabaikan etika, maka tidak ada lagi norma yang dapat manusia pegang dalam kehidupannya. Lantas, jalan tengah yang sebenar-benarnya untuk dilakukan merupakan hal yang sudah jelas terjadi yaitu saling menghormati, menjaga sopan-santun, dan menerapkan etika kepada semua orang. Bukan hanya yang muda saja yang harus menjaga tutur bicaranya ketika menghadapi yang tua, tapi juga sebaliknya. Meskipun membutuhkan kesadaran diri masing-masing, tetapi hal ini layak untuk dilakukan demi mencegah ketimpangan untuk semakin besar. 

(Visited 195 times, 4 visits today)
*) Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi Angatan 2023 FISIP Universitas Brawijaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?