Malang, PERSPEKTIF–Aliansi Mahasiswa Resah (Amarah) Brawijaya melaksanakan aksi terkait kenaikan golongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di depan Gedung Rektorat Universitas Brawijaya (UB) pada Rabu (22/05). Dengan estimasi massa aksi 300 peserta dari 16 fakultas, mahasiswa memberikan tujuh poin tuntutan kepada jajaran rektorat.
Pernantian Ginting, Menteri Koordinator Pergerakan Eksekutif Mahasiswa (EM) UB menyampaikan bahwa pergerakan Amarah Brawijaya ini berangkat dari penolakan policy brief yang mereka sampaikan kepada jajaran rektorat.
“Yang sangat kita kecewakan semua poin tuntutan kita ditolak. Jadi, pasca audiensi, ada surat diberikan kepada EM. Isi suratnya adalah penolakan policy brief. Jadi poin tuntutan ini berangkat dari menyinkronkan dari: satu, policy brief; kemudian yang kedua bicara tentang fakta lapangan yang kita dapatkan dari teman-teman advokesma,” ujarnya.
Adapun isi dari poin-poin tuntutan yang dilaksanakan, yakni:
- Menuntut Kemendikbudristek untuk mencabut Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024
- Menuntut Rektorat untuk mendesak Kemendikbudristek mencabut Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024
- Menuntut pihak rektorat untuk melakukan revisi Peraturan Rektor Nomor 40 Tahun 2020 terkait sistem penurunan dan pengangsuran UKT
- Menuntut pihak rektorat transparansi nominal anggaran dan alokasi dana bantuan mahasiswa
- Menuntut pihak rektorat memberikan transparansi pada aktualisi dana anggaran bantuan pada sibaku dan alasan penolakanya
- Menuntut pihak rektotrat melakukan perpanjangan durasi pengajuan terhadap sistem bantuan keuangan sampai tanggal 28 Mei 2024
- Menuntut pihak rektorat merevisi penetapan 12 golongan UKT yang tertera pada peraturan rektor no 37 tahun 2024 dengan melibatkan mahasiswa atau membuka penjaringan aspirasi publik dan menjadikannya bahan pertimbangan.
Satria Naufal, Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) UB menilai UB masih belum siap menyandang status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Menurutnya, UB masih terlalu mengandalkan UKT sebagai pemasukan utama, yang kemudian berdampak pada penetapan harga UKT.
“Universitas Brawijaya tidak menerima teman-teman yang kurang mampu. Justru kita mahasiswa yang (melakukan, red) subsidi silang. Konsep subsidi silang yang itu terjemahannya adalah kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi,” ucap Satria, Rabu (22/5).
Satria juga menekankan bahwa selama ini mahasiswa menjadi korban dari rumitnya birokrasi dan lempar tanggung jawab pihak-pihak yang menetapkan besaran UKT. Oleh karenanya, Satria menilai mahasiswa kini berada dalam praktik “Politik Pingpong” yang dilakukan oleh pemangku kepentingan.
“Kami akan mengirimkan raket pingpong dan satu lembar surat kepada Nadiem Makarim. Kita punya hashtag reformasi pendidikan tinggi dan hashtag turunkan UKT atau Nadiem Makarim turun,” pungkas Satria.
Menanggapi tuntutan Amarah Brawijaya, Muchamad Ali Safaat selaku Wakil Rektor (WR) II bidang Keuangan dan Sumber Daya mengaku menyetujui dan akan menyampaikan poin-poin tuntutan kepada Rektor. Pihaknya juga menjelaskan masih membuka komunikasi dengan mahasiswa, guna mengadvokasi bantuan keuangan.
“Tentu saja ada hal-hal yang memang kita bisa penuhi, karena itu kan sifatnya banyak tuntutan. Yang bisa kita penuhi misalnya, berdasarkan pada kondisi ekonomi ada beberapa program studi yang tidak sampai maksimal,” ujar Ali, Rabu (22/5).
Kemudian, Ali juga menyatakan bahwa rektorat tidak akan menetapkan UKT seluruh mahasiswa ke golongan 12, tetapi menyesuaikan kondisi ekonomi setiap mahasiswa. Selain itu, persentase penerima golongan tertinggi juga di bawah empat persen dari keseluruhan mahasiswa, sehingga hanya akan dua hingga tiga di tiap program studi.
“Karena dengan dua belas golongan ini kita bisa adil terhadap setiap kondisi ke orang tua mahasiswa, yang (pendapatannya, red) menengah ke bawah tidak akan naik. (Mahasiswa penerima golongan UKT tertinggi, red) yang naik emang adalah golongan ekonomi ke atas,” ungkap Ali menambahkan.
Ia kemudian berpesan agar mahasiswa baru dapat segera mengajukan bantuan keuangan melalui fakultas. Rektorat juga telah mengundur tenggat waktu pelaporan bantuan keuangan yang tersentral dari EM hingga Selasa, 28 Mei 2024, pukul 19.00 WIB, sesuai dengan poin tuntutan Amarah Brawijaya. (cns/bob/nt)