Malang, PERSPEKTIF – Greenpeace Indonesia bersama Center of Economics and Law Studies (CELIOS) mengadakan diskusi sekaligus meluncurkan Policy Brief Ekonomi Hijau dengan tema “Nasib Ekonomi Hijau di Tahun Politik” pada Selasa (19/12). Diskusi disiarkan secara langsung melalui YouTube Greenpeace Indonesia sebagai respon pada keberlanjutan energi dan kelestarian lingkungan. Acara ini juga menghadirkan perwakilan dari ketiga calon presiden-wakil presiden yang diusung pada pemilihan umum (Pemilu) 2024. Harapannya, kehadiran perwakilan masing-masing calon bisa menanggapi secara langsung policy brief yang diusulkan.
Diskusi dibuka oleh Direktur Utama CELIOS, Bima Yudhistira yang mempresentasikan policy brief tentang dampak transisi ekonomi hijau terhadap perekonomian, pemerataan, dan kesejahteraan Indonesia. Bima mengkritisi perekonomian Indonesia yang dari dulu hingga saat ini masih bergantung pada sektor ekstraktif yang berdampak pada volatilitas pertumbuhan ekonomi.
“Tinggi pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup. Kualitas pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai kalau masih didominasi oleh sektor pertambangan, penggalian, migas, dan lainya yang sifatnya ekstraktif. Begitu tujuh hingga lima belas tahun lagi, nikel kita habis untuk yang saprolit ,maka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari hilirisasi agak sulit rasanya untuk tercapai,” ujarnya.
Dalam penjelasannya, Bima juga memperlihatkan hasil-hasil yang bisa dicapai Indonesia dalam sektor perekonomian apabila Indonesia beralih ke Transisi Ekonomi Hijau. Ia juga menunjukkan adanya dampak positif Ekonomi Hijau pada sektor pertanian, perikanan, dan perhutanan. Sesi diakhiri dengan pemaparan poin-poin rekomendasi kebijakan yang bisa dipertimbangkan oleh perwakilan tim sukses calon-calon presiden tahun 2024.
Acara dilanjutkan oleh narasumber kedua, Leonard Simanjuntak selaku Direktur Greenpeace Indonesia yang menjabarkan alasan Indonesia memiliki tanggung jawab untuk beralih kepada Ekonomi Hijau dan alasan Indonesia harus melakukan perubahan fundamental.
“Indonesia adalah bagian dari 8 negara emiter terbesar di dunia. Ini sudah beda, dulu Indonesia nggak dikasih kewajiban karena bukan Annex 1. Sekarang, kita bagian dari ‘klub’ ini, jadi kita punya tanggung jawab untuk menurunkannya, ” tuturnya
Beralih ke Irvan Pulungan, perwakilan juru bicara pasangan Capres-Cawapres Nomor 1, Anies-Muhaimin, ia menanggapi isu Ekonomi Hijau yini dengan rasa berada pada konsep dan semangat yang sama. Menurutnya, transisi Ekonomi Hijau berperan menjadi tulang punggung kebijakan ekonomi politik di masa mendatang.
“Dalam transisi Ekonomi Hijau dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, red) ini perlu menjaga proses teknokratik yang berkaitan dengan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, red) juga, kemudian melakukan audit lingkungan terhadap kebijakan politik dan peraturan. Dari itu kita bisa merumuskan peraturan kebijakan apa yang harusnya bisa mengejawantah konsep Ekonomi Hijau kita,” tutupnya.
Berikutnya, tanggapan juga diberikan oleh Drajad Wibowo selaku Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Mengungkapkan sudah ada beberapa langkah, termasuk melanjutkan yang sudah ada dan akan menambahkan ke depannya. Dari 8 tantangan yang menjadi fokus Paslon Nomor 2, mitigasi perubahan iklim mereka tempatkan pertama.
“Kita melihat bukan hanya dari sisi sektoral, tapi juga integritas Indonesia, karena kita negara kepulauan, Kami juga punya program ekonomi hijau dan biru. Kami menangani masalah lingkungan bukan melihat hanya dari sisi natural resource management saja tapi juga human resource management,” paparnya.
Drajad menyampaikan, human resource management juga diperlukan dan menjadi inti untuk mengantisipasi fenomena bonus demografi yang bisa menjadi bumerang bagi lingkungan Indonesia.
Agus Hermanto, Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Capres-Cawapres Nomor 3, Ganjar-Mahfud menyambung dengan pernyataan bahwa programnya firm, terstruktur, dan bisa dipertanggung jawabkan. Salah satunya Program Hilirisasi yang akan terus ditingkatkan, terutama sektor nikel, sebagai bahan utama dari lithium baterai. Hilirisasi nikel tersebut akan tingkatkan terus hingga menjadi baterai.
“Letak transisi energi atau Ekonomi Hijau tadi adalah dengan kita mempunyai dan memproduksi baterai sendiri. Kita bisa kuat karena punya cadangan nikel yg cukup tinggi. Setelah menjadi baterai, seluruh renewable energi itu menggunakan baterai. Tidak hanya mobil atau sepeda listrik, tapi juga pembangkit-pembangkit yang menggunakan renewable energy,” tuturnya. .
Selanjutnya diskusi tersebut ditanggapi pula oleh Amalia Adininggar Widyasanti selaku Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang mengatakan arah gerak Indonesia Emas 2024 menjadi bagian transformasi ekonomi Indonesia.
“Apabila kita menerapkan Ekonomi Hijau, maka akan membuka peluang bagi perekonomian Indonesia akan berkontribusi dari pertumbuhan ekonomi di masa depan. Namun, hal ini perlu memperhatikan transisi, SDM (Sumber Daya Manusia, red), dan mengadopsi teknologi yang lebih efektif dan efisien, serta ekosistem yang termasuk kebijakan serta regulasi kepada pemangku kepentingan,” pungkasnya. (los/uaep/cns)