Malang, PERSPEKTIF – Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) belum mempercayai kampus untuk menangani kasus kekerasan seksual. Sebanyak 13,8 % mahasiswa enggan untuk melaporkan kasus kekerasan seksual karena tidak percaya terhadap instansi kampus yang menangani. Hal tersebut tertuang dalam survei yang dipaparkan Kementerian Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UB pada Kamis (23/11) dalam acara HIRARKI (Hearing Antar Dekanat dan Kita) Vol. II.
“Bagaimana ULTKSP (Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan, red) bisa membangun kepercayaan karena banyak yang masih tidak percaya birokrasi kampus?” tanya Kinanti Cintyanabilla selaku moderator diskusi.
Menjawab pertanyaan tersebut, Ahmad Irfan Fauzi sebagai perwakilan ULTKSP FISIP UB menyatakan tingkat kepercayaan yang rendah dikarenakan wewenang dari lembaganya yang masih terbatas dalam menangani kasus kekerasan seksual dan perundungan di kampus.
“Karena tidak adanya wewenang yang besar ke ULTKSP untuk melakukan penindakan, maka kepercayaan terhadap ULTKSP masih sangat rendah,” ujar Irvan.
Ia memaparkan, ULTKSP hanya berwenang melakukan pendampingan dan penyelidikan terhadap laporan kasus kekerasan seksual yang masuk. Namun, mereka tidak dapat menjatuhkan sanksi jika terlapor terbukti bersalah karena hal tersebut merupakan wewenang komite etik fakultas. ULTKSP hanya dapat memberikan rekomendasi dari proses penyelidikan tersebut.
Irvan menyatakan pihaknya masih menunggu amandemen Peraturan Rektor (Pertor) UB Nomor 70 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Perundungan (PPKSP) untuk melihat apakah ada perubahan wewenang dari ULTKSP fakultas.
“Bulan Januari (tahun 2023, red) katanya sudah ada. Kita selalu mendorong agar Pertor yang baru bisa ada dalam peraturan dekan (mengenai ULTKSP, red),” sebut Irvan. (gra/los)
