Lompat ke konten

Pembentukan Perdek ULTKSP FISIP Tunggu Amandemen Pertor PPKSP UB

Diskusi HIRARKI (Hearing Antar Dekanat dan Kita) Vol II yakni “Kekerasan Seksual Kok Tiap Tahun? (PERSPEKTIF/Romi)

Malang, PERSPEKTIF – Proses pembentukan Peraturan Dekan (Perdek) Fakultas Ilmu SosiaI dan Ilmu Politik (FISIP) tentang Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundunan (ULTKSP) masih menunggu adanya amandemen terhadap Peraturan Rektor (Pertor) Universitas Brawijaya (UB) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Perundungan (PPKSP). Hal tersebut disampaikan pihak fakultas dalam acara HIRARKI (Hearing Antar Dekanat dan Kita) Vol. II dengan tema “Kekerasan Seksual Kok Tiap Tahun?” pada Kamis (23/11) di Panggung Apresiasi FISIP UB. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kementerian Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa bersama dengan Kementerian Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UB. 

HIRARKI Vol. II mendatangkan Bambang Dwi Prasetyo selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kewirausahaan FISIP UB dan Ahmad Irfan Fauzi sebagai perwakilan ULTKSP FISIP UB. Bambang mengatakan, usaha untuk membentuk Perdek ULTKSP sudah pernah dilakukan oleh pihak fakultas. 

“Awalnya saya pengen proses formalitas tentang kelembagan bisa kita buat keputusan atau Perdek. Kita sudah menyiapkan draf. Namun begitu keluar Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, red), maka bingung acuannya ke mana. Maka ada inisiasi oleh beberapa pihak yang menyiapkan amandemen Pertor untuk ULTKSP,” ujar Bambang. 

Ia juga mengatakan, biarpun tidak ada peraturan dekan, tapi ada peraturan-peraturan lain di atasnya seperti kode etik mahasiswa bisa dipakai untuk menindak kasus kekerasan seksual. Maka menurutnya, penanganan kasus kekerasan seksual di kampus masih bisa dijalankan meski menunggu amandemen Pertor.

Selanjutnya, Irfan mengatakan kerja-kerja di ULTKSP FISIP masih berjalan dengan baik seperti usaha pendampingan, penindakan, dan pemulihan. Ketika ditanya mengenai transparansi proses penanganan, Irvan menyatakan kasus kekerasan seksual diproses tidak berdasarkan asas transparansi, tapi mengutamakan aspek keamanan data korban dan asas praduga tak bersalah untuk terlapor.  

“Kita independen dan tidak membuka karena kita melindungi data dari korban dan kita juga melindungi tekanan dan relasi kuasa, terdapat 16 kasus, sisa 2 yang masih diproses. Kita juga masih menunggu Pertor yang baru bagaimana, bulan Januari katanya sudah ada. Kita selalu mendorong agar Pertor yang baru bisa ada dalam Perdek,” kata Irfan. 

Dalam acara ini, seharusnya terdapat sesi pembacaan policy brief yang telah disusun oleh BEM FISIP UB. Namun, Bambang sebagai pihak dekanat terlebih dahulu meninggalkan tempat acara sehingga urung untuk menandatangani dokumen tersebut. 

Policy brief tidak ditandatangani. Pak Bambang masih minta waktu untuk mempelajari, padahal hal ini sudah lama menjadi masalah. Menurut saya, Pak Bambang tidak punya prioritas terhadap perubahan kebijakan,” ujar Ichwanul dari BEM FISIP UB. (uaep/gra)

(Visited 209 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?