Lompat ke konten

Rumusan RUU Keperempuanan BEM FISIP UB 2023 Baru Sebatas Wacana 

FISIP UB (PERSPEKTIF/Gratio)

Malang, PERSPEKTIF – Pada acara LKM Days Out yang dihelat pada awal tahun 2023, Kementerian Kajian dan Aksi Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (BEM FISIP UB) mengemukakan sebuah wacana mengenai rumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keperempuanan. Namun hingga kini, Menteri Kementerian Kajian dan Aksi Strategis, Muhammad Ichwanul Reza mengungkapkan hal tersebut baru sebatas wacana.

Menurutnya hingga kini masih diupayakan dan ditimbang untuk direalisasikan. Ia juga mengatakan produk akhir akan berupa undang-undang, yang nantinya akan mengikat seluruh fungsionaris Lembaga Kedaulatan Mahasiswa (LKM) FISIP UB.

“Jika ditanya progresnya, sejauh ini dari Kementerian Kajian dan Aksi Strategis BEM FISIP UB, melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Perempuan Progresif (P3), sedang mengkaji secara materiil dari produk tersebut, nantinya juga kami akan berkoordinasi dan berkonsultasi kepada mitra-mitra strategis kami, seperti Komisi 1 DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa, red) FISIP UB, ULTKSP (Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan, red) FISIP UB”, jelas Reza.

Reza juga memaparkan isi dan tujuan dari wacana RUU Keperempuanan tersebut. Menurutnya, apabila nanti RUU tersebut dibahas secara resmi melalui proses yang ada, maka kurang lebih akan mengadopsi konsep affirmative action dengan kuota limitasi 30% keterwakilan perempuan pada ranah politik, baik dalam kepengurusan LKM FISIP UB maupun dalam ranah kontestasi elektoral.

“Bisa juga nantinya diakomodasi perihal hak-hak seperti hak cuti menstruasi, hak cuti hamil, dan sejenisnya, yang tentunya masih perlu dikaji lebih spesifik lagi kedepannya. Kemudian, tujuan dari munculnya wacana adalah untuk memastikan keterwakilan dan partisipasi aktif perempuan di ranah LKM menjadi lebih optimal”, ungkap Reza.

Sementara itu Anggota Badan Legislatif DPM FISIP UB, Guruh Saputra menjelaskan secara prosedural, DPM tidak memiliki tugas dalam melakukan pengawasan terhadap rancangan undang-undang yang digagas oleh Kementerian Kajian dan Aksi Strategis.

“Hal ini dikarenakan rancangan tersebut baru bisa dewan tindaklanjuti apabila sudah ada materi muatan undang-undang yang disampaikan melalui komisi, dan disampaikan melalui badan legislasi untuk ditinjau dan diputuskan apakah materi muatan tersebut disetujui untuk menjadi RUU atau tidak”, ungkap Guruh.

Terakhir, Guruh menjelaskan bahwa usulan RUU tersebut sudah masuk ke dalam agenda rapat dengar pendapat yang akan dilakukan dalam waktu dekat bersama dengan komisi 1. Hal tersebut disebabkan karena wacana tersebut telah mengirimkan materi muatan sehingga dapat ditindaklanjuti. (mag/uaep)

(Visited 209 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?