Malang, PERSPEKTIF– Pada Kamis (3/8) Miftahudin Ramli alias Cak Midun berangkat menggunakan sepeda dari rumahnya di Kota Batu, menuju Jakarta. Perjalanan ini dijalani Cak Midun sebagai aksi solidaritas menuntut keadilan korban tragedi Kanjuruhan yang merenggut 135 korban jiwa pada 1 Oktober 2022 lalu.
Tim Perspektif berkesempatan untuk mendalami motif serta pengalaman yang dialami Cak Midun selama melakukan perjalanan ke Senayan. Lantas, apa yang mendorongnya mengayuh sepeda sambil membawa keranda ke Jakarta? Berikut hasil wawancara selengkapnya.
Apa yang mendorong Anda untuk melakukan aksi menuntut keadilan bagi korban Kanjuruhan?
Pertama adalah sebagai rasa kemanusiaan, terpanggil. Karena saya juga mulai kecil senang sepak bola, suka nonton bola, juga sering nonton Arema ke mana-mana. Saya memang biasanya juga mengambil cuti untuk keperluan naik gunung. Tapi karena, begitu ada kejadian itu, saya berubah pikiran, saya harus meluangkan waktu untuk Kanjuruhan.
Bagaimana Anda pertama kali terlibat dalam perjuangan ini, dan apa yang membuat Anda begitu peduli terhadap kasus ini?
Kalau pas pertandingan itu saya lihatnya di TV (televisi, red). Begitu pertandingan selesai, kan di acara siaran langsung tidak ada beritanya. Setelah itu saya tidur, besok paginya saya lihat di statusnya teman-teman kok begitu, ada kejadian itu. Makanya, saya jadi berpikiran, nanti suatu saat, jika saya liburan, saya gunakan untuk rasa kemanusiaan, rasa sebagai sama sama suporter lah.
Mengapa Anda memilih metode bersepeda sebagai cara untuk mengadvokasi kasus Kanjuruhan?
Sebenarnya, kalau pikiran ‘berkeranda’ sejak awal itu sudah ada, saya harus berjalan ‘berkeranda’. Rencana awalnya itu jalan kaki, dari Kanjuruhan ke Senayan. Kemudian keranda itu saya pakai untuk melindungi dari panas, dari hujan, gitu. Setelah itu saya bercerita dengan teman saya, “Pak saya mau jalan, saya punya nazar begini.” Dijawab, “Jangan, pakai sepeda saja, nanti kalau jalan itu capek. Kalau jalanan turun tetap jalan, tapi kalau pakai sepeda, jalanan turun bisa santai, bisa sama istirahat.” Sama teman saya dipinjami sepeda, disiapkan sepeda. Kemudian itu kira-kira tiga bulan sebelum pelaksanaan, saya disuruh latihan. Latihan ya kurang lebih tiga bulan itu, baru berangkat.
Apa pesan atau simbolisme yang ingin Anda sampaikan dengan perjalanan sepeda ini?
Aksi simbolisnya, saya melihat keranda itu lah yang mengantarkan mereka ke kubur, di alam kubur. Dengan keranda itu, menunjukkan bahwa kelak kita juga akan menggunakan itu di akhir hidupnya, dan keranda itu lah sebagai simbol banyaknya korban atas tragedi Kanjuruhan.
Bagaimana Anda merencanakan perjalanan ini dan bagaimana persiapan fisik dan mental Anda untuk menghadapinya?
Iya, jalan gitu, seringnya. Sebelum ada sepeda saya sih sudah sering jalan, jalan pagi. Kalau hari Sabtu-Minggu, saya sering jalan sore, ya jalan di sekitar kampung saja, jalan, olahraga gitu, agar tidak kaget waktu nanti pelaksanaannya.
Apa hambatan utama yang Anda hadapi sebelum memulai perjalanan bersepeda ini?
Alhamdulillah, untuk saya sendiri keadaannya tidak mengalami sakit atau gimana ya, nggak ada pilek, batuk, mungkin mual-mual juga nggak ada, saya juga heran dengan fisik saya. Kemudian, sepedanya juga nggak ada trouble, hanya waktu servis di Semarang hanya nambah angin saja. Untuk ban juga nggak ganti, kampas rem juga nggak ganti. Kalau di sekitar Pemalang itu di sambungan kerandanya memang agak retak, las-lasannya ditambahkan lagi waktu di daerah Pemalang, itu saja.
Apakah Anda berencana berangkat sendiri?
Iya, saya rencananya memang berangkat sendiri. Saya juga mempersiapkan peta, menyiapkan Google Maps, power bank. Nanti kan, saya harus pakai Google Maps, jadi butuh power bank untuk HP (handphone, red) saya. Tetapi Alhamdulillah di perjalanan saya enggak sampai tanya-tanya, ke stadion-stadion.
Kira-kira, berapa waktu yang Anda tempuh untuk melakukan perjalanan dari Malang ke Senayan?
12 hari, dari rumah sampai ke Senayan 12 hari. Jadi rumah saya kan di Batu, jadi ke Kanjuruhan dahulu.
Sepanjang perjalanan dari Malang ke Senayan, apakah Anda benar-benar sendiri?
Iya ada teman-teman yang mendampingi, akhirnya. Ada yang mengawal, yang menemani. Jadi nggak pernah sendiri, pasti ditemani. Minimal, sepeda motor lima lah, kadang sampai sepuluh. Sampai Senayan, semakin ke sana, semakin ramai.
Bagaimana dukungan dari masyarakat dan keluarga mempengaruhi semangat Anda selama aksi ini?
Selain teman-teman yang mengantarkan saya, juga banyak teman-teman di luar suporter juga banyak (yang mendukung). Mungkin waktu itu kayak di bus, kemudian mendahului waktu kita iring-iringan juga banyak yang memberi jempol, supir-supir truk. Kemudian toko-toko yang dilewati juga banyak memberi jempol.
Apa yang Anda harapkan dapat dicapai ketika Anda tiba di Senayan setelah perjalanan bersepeda panjang ini?
Kalau harapan saya, pesan-pesan yang ada di keranda itu ya jelas sampai lah, saya pikir sampai lah. Sudah terbaca, sudah terdengar, sudah diketahui oleh yang bersangkutan. Tetapi kalau saya tujuannya memang dari stadion ke stadion. Ke sananya pun saya cuman sampai senayan, walaupun nanti tidak bertemu dengan siapa-siapa, pejabat negara, atau siapa, saya tidak ada target ke situ. Yang penting, saya bertemu dengan para suporter, teman, dan dengan niatan jangan mengulang tragedi Kanjuruhan.
Setelah sampai di Senayan, apakah ada pejabat maupun tokoh yang menanggapi aksi solidaritas Anda?
Iya, ada, banyak memberikan respon positif, juga ada yang mengarahkan ke sana-ke sana. Tetapi, saya tanggapi dengan baik, maksudnya kalau diarahkan ke sana juga baik. Cuman, nazar saya kan bukan itu. Jadi kalau pun saya tidak memilih diarahkan ke sini ke sana, kalau saya nggak ke situ nggak papa kan. Karena saya bisa tanggapi secara sabar, saya capek, saya butuh istirahat, begitu saja.
Jika nazar Anda hanya melakukan perjalanan bersepeda, apakah setelah sampai Senayan, Anda langsung kembali ke Malang?
Iya, cuman dua hari, hari ketiga-nya kan sudah pulang.
Setelah aksi solidaritas bersepeda ini, apakah Anda memiliki rencana untuk melakukan aksi lain untuk melanjutkan perkara ini?
Kalau bersepeda masih, saya masih melakukan silaturahmi. Kemarin kan sudah ada silaturahmi, antar suporter daerah. Sekarang juga silaturahmi di dalam daerah. Karena, yang jauh didatangi, kok yang dekat nggak didatangi. Saya datangi teman-teman Arema, teman-teman Aremania, juga tokoh-tokoh masyarakat, keluarga korban. Yang masih saya datangi, ya, keluarga korban, di hari Sabtu-Minggu, lah.
Melihat banyaknya aksi solidaritas Kanjuruhan belakangan ini, apakah bapak terlibat dalam proses perancangan, ataupun mengikuti aksi tersebut.
Kemarin tanggal 1 (Oktober 2023), saya sudah di Kanjuruhan, saya memang sudah berniat, diniati puasa, saya puasa. Di Kanjuruhan, berdoa untuk korban, keluarga korban, diberi ketabahan dan kemudahan dalam memohon pengusutan kasus hukumnya.
Sejauh ini, bagaimana respon dari pemerintah, maupun pihak yang memiliki wewenang setelah banyaknya aksi solidaritas?
Kalau saya sendiri, ada perkembangan di laporan model A, kalau di model B keluarga korban kan belum. Laporan model A itu laporan yang peradilannya di Surabaya, terus vonis kan sudah, sampai ke MA sudah ada kesimpulan hukumnya. Laporan model B kan belum, yang di Kepanjen.
Bisa Anda bagikan pengalaman menarik atau berkesan selama perjalanan bersepeda Anda dari Malang ke Jakarta?
Kesannya, dari perjalanan kemarin, saya diperjalankan, saya dikuatkan, disehatkan. Kemudian silaturahmi antar-suporter daerah itu sudah terwujud kedamaiannya, mereka menyambut dengan baik, memberi support, menyampaikan salam juga ke keluarga korban. Kita tidak melupakan, saling mendukung untuk mengawal #UsutTuntas dari kejadian tersebut.
Yang paling berkesan ketika saya di Semarang, saya diundang oleh pengasuh pondok pesantren, yang lebih dikenalnya ‘Mafia Selawat’, Gus Ali. Di luar dugaan, saya itu sampai di acara pengajian, kemudian satu panggung, kursinya juga sama dengan beliau, saya sungguh-sungguh merasa terhormat sekali pada waktu itu, ya Allah, Alhamdulillah. Padahal saat itu saya belum di Semarang, saya masih di Demak. Saya dijemput dari Demak, kemudian setelah acara selesai, saya diantarkan kembali ke Demak.
Apa harapan Anda terkait perkembangan kasus Kanjuruhan?
Harapannya ya, kita sebagai sama-sama warga negara karena ini, kan bukan hanya olahraga, ini masalah kemanusiaan, banyak korban. Jadi, saya rasa, kita tidak ada salahnya mendukung, mendoakan. Kita yang lebih dekat dengan keluarga korban juga lebih support. Hari itu adalah hari yang sangat kelam. Hari Kesaktian Pancasila malah dinodai oleh banyak jatuhnya korban. Dan itu merupakan penodaan hari Kesaktian Pancasila, menurut saya.
Bagaimana Anda berencana untuk terus mendukung perjuangan untuk keadilan di Kanjuruhan setelah kembali dari Jakarta?
Bersilaturahmi dengan masyarakat, agar masyarakat juga peduli, ikut mengambil sikap. Selain itu, mungkin dengan memanjatkan doa, mengirim Al-Fatihah, mungkin di acara-acara tahlilan di kampung mereka, atau lingkupnya lebih besar lagi, begitu. Dengan cara seperti itu mungkin ada faedahnya, ada yang merasa terbuka hatinya.
Mungkin, tahun depan, untuk acara liburan cuti, mungkin saya akan ke Jakarta dengan jalur yang berbeda. Insya Allah, kalau diizinkan, saya akan bersepeda lagi ke sana. Ya, semoga nggak sampai tahun depan kasus ini sudah terusut tuntas. Jadi, tidak perlu dilaksanakan lagi juga nggak masalah, Alhamdulillah. Kalau belum, saya akan melakukan seperti itu lagi. Sehingga Insya Allah, saya kuat, sehat. (bob/cns)