Malang, PERSPEKTIF – Pemilihan Mahasiswa Raya (Pemira) akan segera berlangsung di Universitas Brawijaya (UB) pada akhir tahun 2022. Mengacu kepada Undang-Undang (UU) Lembaga Kedaulatan Mahasiswa (LKM) Nomor 5 Pasal 31 terkait sistem penghitungan suara, pemungutan suara Pemira akan dilakukan dengan sistem e-voting dan dilaksanakan secara serentak. Namun, minimnya keterlibatan dan antusiasme mahasiswa dalam sosialisasi Pemira memunculkan keraguan terkait transparansinya.
Mutiara Devi, Ketua Pelaksana Pemira 2022 mengungkapkan bahwa pihak panitia pelaksana sudah mengadakan sosialisasi terkait Pemira beserta peraturannya. “Kami selaku panitia pelaksana sudah berusaha sekeras mungkin agar mahasiswa Universitas Brawijaya memiliki rasa demokrasi yang tinggi terkait Pemira. Mengenai sosialisasi, kami sudah melakukan sosialisasi sebanyak dua kali, pertama melalui Zoom dan kedua menggunakan buklet,” ungkapnya (16/12).
Selain itu, Mutiara juga menjamin keamanan dan transparansi Pemira kepada publik. Hal ini ditunjukan lewat e-voting yang menggunakan email UB akan memunculkan notifikasi pemberitahuan apabila hendak berpartisipasi ataupun jika terdapat upaya pembobolan email. Data dan statistik partisipasi Pemira juga akan disiarkan secara langsung di Youtube.
Sejalan dengan Mutiara, Chandra Pramana Aldiputra selaku Panitia Pengarah dari Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UB juga memastikan transparansi suara dalam Pemira, “Untuk e-voting sendiri dipegang oleh tim Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK, red) UB dan setiap suara yang masuk dari setiap fakultas akan langsung ada. Tetapi, hasil akhir akan dibuka sesuai jadwal dan terkait proses pemilihan dari sistem e-voting akan dipantau dan disaksikan oleh panitia dan panitia dosen nantinya,” (17/12).
Ia juga menambahkan, telah terdapat panitia dan beberapa perwakilan dari calon untuk perhitungan suara. Publik nantinya bisa mengecek dan memeriksanya setelah peraturan dirilis.
Menanggapi isu transparansi ini, Abiyasa Cahya Yudhayana, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional angkatan 2022 menjelaskan, transparansi sistem pemilihan Pemira sudah cukup baik. Akan tetapi, ia menyayangkan promosi dan informasi mengenai Pemira kurang dapat dijangkau oleh banyak mahasiswa.
“Mengenai transparansi sistem pemilihan, menurut saya sudah cukup baik dan disampaikan dengan jelas oleh panpel melalui Instagram Pemira. Tetapi, dalam segi keterjangkauan dan penjenamaan menurut saya masih kurang,” jelasnya (14/12).
Abiyasa juga menjelaskan bahwa minimnya antusiasme dan jumlah mahasiswa yang mengetahui adanya pelaksanaan Pemira, dikarenakan adanya rasa kurang ketertarikan terhadap acara politik di kampus dan cenderung lebih fokus di bidang akademik.
Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Abiyasa, Denis Taufik Tri Wibowo, mahasiswa Jurusan Ilmu Politik angkatan 2019, melihat banyak mahasiswa yang tidak mengetahui berjalannya Pemira dan tidak mengetahui mengenai sistem pemilihannya.
“Untuk aturannya ini, sependek sepengetahuan saya juga banyak juga yang tidak tahu. Banyak yang tidak tahu mungkin karena tadi pertama apatis, yang kedua masih banyak yang berfokus kepada Ujian Akhir Semester (UAS, red),” jelasnya.
Menurut Denis, penerapan sistem e-voting dalam Pemira sangatlah membantu mengingat cukup banyak mahasiswa yang sudah pulang ke rumah masing-masing. Namun, ia mengkhawatirkan mengenai rentannya kebocoran username dan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) serta penyalahgunaan data. (mag/prd)