Malang, PERSPEKTIF – Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) mengeluarkan Surat Keputusan Memorandum I kepada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UB pada Selasa (27/9) lalu. Hal ini sebagai tindak lanjut dari pelanggaran pada salah satu rangkaian program kerja (Proker) Serenata Kisah Jingga (SKJ) dari Kementerian Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) BEM FISIP, yaitu Invasi Goyang Dendang (IGD). Pelanggaran yang dilakukan BEM dalam Proker ini adalah terlambat mengirimkan proposal acara kepada DPM dan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk menjual minuman beralkohol.
Memorandum tersebut berisi tiga sanksi yaitu BEM membuat siaran pers dan permintaan maaf dengan batas waktu 7×24 jam, wajib melaporkan seluruh kegiatan Kementrian PSDM dalam Rapat Dengar Pendapat, serta lebih selektif dalam menjalin kerjasama dan memilih sponsor dalam acara. Meskipun begitu, sanksi yang diberikan DPM dianggap beberapa mahasiswa FISIP masih terlalu ringan.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Regis Reni, mahasiswa Jurusan Ilmu Politik 2019 yang menyatakan kerjasama BEM dengan pihak ketiga untuk menjual minuman beralkohol tanpa melalui perjanjian resmi merupakan sebuah pelanggaran besar. Maka dari itu, sanksi Memorandum I yang diberikan DPM menurutnya masih terlalu ringan.
“Saya pribadi merasa DPM gagal dalam memberikan sanksi tegas. Diharapkan hukuman yang diberikan DPM kepada BEM dapat lebih tegas lagi,” ujarnya kepada Tim Perspektif (1/10).
Selaras dengan Regis, Hudzaifah Hafiz Chairil, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi 2018 berpendapat bahwa sanksi yang diberikan masih belum konkrit karena hanya berupa peringatan saja sehingga dapat membuka kemungkinan terjadi pelanggaran yang serupa di kemudian waktu.
“Menurut aku, secara sikap harus konkrit, bisa langsung menggunakan Memorandum II atau III. Karena ini sudah melanggar beberapa pasal-pasal yang ada dalam Peraturan Rektor (Pertor) dan Kode Etik Mahasiswa,” ungkap Hafiz (30/9). Menurutnya, sanksi konkrit yang dapat diberikan DPM kepada BEM terkait pelanggaran tersebut adalah melakukan sidang etik, dibekukan, atau sanksi lainnya.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IV DPM FISIP UB, Mazzay Majdy Makarim mengatakan, sanksi yang diberikan DPM memang tidak bisa memuaskan semua pihak. Namun ia percaya, keputusan ini merupakan salah satu langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas antar-lembaga yang ada di FISIP.
“Semisal ada yg menanyakan, mengapa bentuk sanksinya kurang tegas dan hanya berbentuk sanksi sosial saja? Kami (DPM, red) di sini percaya pihak BEM FISIP UB akan memperbaiki rangkaian acara selanjutnya dengan memperhatikan evaluasi-evaluasi yang telah disampaikan saat agenda interpelasi,” jelasnya (30/9)
Mazzay mengakui ada keluputan dari Komisi IV DPM, sehingga pelanggaran tersebut merupakan bentuk evaluasi dua arah antara DPM dan BEM. Ia berharap, hal ini dapat menjadi pelajaran bersama agar tak terulang kembali pelanggaran yang serupa.
Sementara itu, Tim Perspektif telah menghubungi Presiden BEM FISIP, Bagas Aditya dan Menteri PSDM BEM FISIP, Kevin Steven, namun kedua pihak tersebut masih belum memberikan keterangan lebih lanjut sampai berita ini ditulis (2/10). (arn/dt/gra)