Lompat ke konten

Tanggapi Tuduhan Radikalisme dalam Pilrek UB, Sekretaris MWA: Saya Yakin Tidak Ada

Tuduhan – Spanduk berisi tuduhan radikalisme dalam Pilrek UB 2022 (PERSPEKTIF/Gratio)

Malang, PERSPEKTIF– Universitas Brawijaya (UB) sedang melaksanakan rangkaian pemilihan rektor (Pilrek) untuk periode 2022-2027 pada bulan April-Mei. Akan tetapi, menjelang pemilihan terdapat tuduhan pada spanduk yang bertuliskan “Tolak Calon Rektor UB Pendukung Radikalisme” di Jalan Veteran pada 16 April lalu. Seperti yang tertera dalam spanduk, tuduhan ini diduga berasal dari Ormas Malang Bersatu (OMB).

Menanggapi hal tersebut, Andi Kurniawan selaku Sekretaris Eksekutif Majelis Wali Amanat Universitas Brawijaya (MWA UB) mengatakan bahwa pemilihan rektor yang dilaksanakan sudah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang PTN BH UB dan Peraturan MWA No. 2 Tahun 2022 yang memiliki mekanisme tertentu agar para calon tidak memiliki unsur-unsur radikalisme. 

“Pengawasan tentang radikalisme sudah menjadi tanggung jawab semua orang termasuk sivitas akademika UB. Saya pribadi atau sebagai anggota MWA sangat yakin panitia pemilihan akan menjalankan semua peraturan yang mendasari Pemilihan Rektor UB, dan yakin tidak ada kandidat yang terkait dengan radikalisme,” katanya (26/4).

Ia juga menambahkan bahwa pesan yang disampaikan pada spanduk harus dapat diambil manfaatnya, tidak hanya untuk UB tapi juga masyarakat umum dan hati-hati dalam menyikapinya, jangan sampai terpecah belah dan justru terteror serta berharap proses pemilihan yang berlangsung dapat menghantarkan UB untuk dipimpin sosok yang paling tepat.

Sementara itu, Arief Setiawan, dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB mengatakan bahwa ketika pemimpin suatu instansi yang notabene institusi negara memiliki paham radikalisme atau ekstrimisme, maka lambat laun akan berpengaruh terhadap situasi di kampus. 

“Indonesia itu adalah negara yang boleh semuanya punya hak yang sama dalam sebuah negara. Tidak boleh ada diskriminasi, termasuk itu ras, suku, agama. Oleh karena itu, menurut saya terdapat program untuk Senat Akademik Universitas dan Majelis Wali Amanat untuk memilih rektor yang tidak menganut paham ekstrimisme,” ujarnya (20/4).

Satu lagi spanduk yang terpasang di Jalan Veteran (PERSPEKTIF/Gratio)

Sejalan dengan pernyataan Arief, Reynaldo, mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2020 berpendapat jika seorang pemimpin harus dipilih dari yang terbaik dan tidak merepresentasikan satu golongan tertentu apalagi jika memiliki paham ekstrimisme, sehingga nantinya diharapkan mampu menggerakan kampus ke arah yang lebih baik.

“Kita melihat bahwa banyak calon dari berbagai latar belakang dan ideologi tapi perlu diperhatikan dari kampanye dan postingan dan gagasan bisa menjadi sebuah pertimbangan bagi para pimpinan sidang agar memilih pemimpin yang terbaik bukan  hanya berasal dari golongan yang sama apalagi berpikiran radikalisme sehingga perlu adanya pertarungan fair sehingga terciptanya keputusan rektor yang memberikan pembaharuan, memberikan inovasi, dan gagasan-gagasan baru agar arah gerak kampus kita lebih baik lagi,” jelas Reynaldo (21/4).

Meskipun dengan adanya tuduhan akan isu radikalisme pada pemilihan rektor ini, Denis Taufik, mahasiswa Ilmu Politik 2019 menyatakan besar harapannya agar pemilihan rektor tahun ini dapat berjalan secara demokratis sekaligus para calon rektor menjunjung tinggi heterogenitas yang ada dan tidak hanya mementingkan kelompok tertentu. 

“Semoga menjadi pemilihan rektor yang demokratis, rektor yang terpilih memang mewakili  seluruh lapisan di Universitas Brawijaya yang mempunyai heterogenitas yang tinggi dan tidak mementingkan kepentingan kelompoknya saja. Semoga pemilihan rektor UB menjadi momentum adu debat, adu gagasan yang kemudian membuat UB lebih baik lagi,” ujarnya (21/4). (uaep/yn/gra)

(Visited 309 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?