Malang, PERSPEKTIF – Unjuk rasa bertajuk “Sidang Istimewa Rakyat” berlangsung di depan Gedung DPRD Kota Malang pada Kamis (28/10). Diinisiasi Aliansi Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) bersama organ pergerakan lain, aksi dilakukan dalam rangka mengevaluasi dua tahun kinerja Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma’ruf, yang dianggap membawa permasalahan sistemik secara nasional maupun regional.
Tarisyah Widi Shabira, juru bicara aksi dari UB, menjelaskan pokok permasalahan yang diangkat.
“Yang menjadi tuntutan kami untuk spektrum nasional berupa peninjauan kembali terhadap Omnibus Law, UU Cipta Kerja, UU Minerba, Reforma Agraria, dan UU KPK. Selain itu, untuk tingkat regional, ada rencana pembangunan Kawasan Pariwisata Strategis Nasional (KPSN) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang sangat potensial untuk merampas hak-hak masyarakat adat. Juga ekspansi perkebunan sawit di Malang Selatan,” jelas Tarisyah.
Sementara itu, melalui orasinya, Dhia Al Uyun selakui perwakilan aksi massa turut menyampaikan beberapa permasalahan tambahan. Ia menyoroti pembungkaman akademisi dan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS).
“Banyak akademisi, banyak mahasiswa, yang sebenarnya memiliki kebebasan untuk berpendapat kemudian ditangkap, diberlakukan tidak adil, dan diberikan sanksi kedisiplinan yang membungkam kebebasan serta menimbulkan ketakutan dalam diri mereka. Selain itu, dalam pemerintahan Kabinet Jokowi juga kita melihat RUU-PKS tidak kunjung disahkan, malah diganti drafnya yang tidak mencerminkan keinginan masyarakat sipil,” kata Dhia.
Adapun massa aksi terlebih dahulu berkumpul di gerbang Jalan Veteran UB mulai pukul 13.00, lantas bergerak menuju depan Gedung DPRD Kota Malang. Diguyur hujan, aksi dimulai dengan mimbar bebas bagi para peserta. Aksi lantas dilanjutkan dengan peragaan sidang rakyat yang menggugat beberapa pejabat negara, seperti Presiden Joko Widodo; Ketua DPR-RI, Puan Maharani; hingga Wali Kota Malang, Sutiaji. (gra/rff)