Malang, PERSPEKTIF – Unit Pemberdayaan Perempuan Progresif Eksekutif Mahasiswa (P3EM) Universitas Brawijaya (UB) merilis kajian yang berjudul “Orientasi Studi Pengenalan Kampus (Ospek) yang Bebas Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)” pada 5 Juli 2021 lalu. Dalam kajian tersebut, sebanyak lebih dari 20 kasus KBGO telah diterima oleh P3EM selama rangkaian Ospek RAJA Brawijaya 2020. Hal ini tentunya mendapat perhatian yang besar dari P3EM, terlebih lagi dengan penyelenggaraan RAJA Brawijaya 2021 yang semakin dekat.
Sandrina Putri selaku salah satu staf Advokasi P3EM UB pun menyebutkan bahwasanya perilisan kajian ini penting, terlebih di masa pandemi yang mana setiap kegiatan banyak dilakukan secara daring. Sehingga tidak dipungkiri, KBGO dapat terjadi di berbagai platform online, termasuk juga di dunia pendidikan.
“Terkait kajian KBGO sendiri sangat penting dilakukan. Karena di masa pandemi, kekerasan seksual ini hanya berpindah fokus saja. Dari yang tadinya offline, sekarang menjadi online sehingga hal ini harus benar-benar dikaji,” ujarnya.
Dalam rilis kajian tersebut, P3EM juga dengan gamblang menyampaikan rekomendasi kebijakan terkait Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual dan Perundungan (PPKSP) dalam rangkaian ospek online. Hal ini tentu ditanggapi dengan baik oleh beberapa mahasiswa, salah satunya Fakhriyyatum Muslimah, mahasiswa Teknik Informatika 2020.
“Bagus menurutku, karena kebijakan itu bisa mencegah, ya. walaupun kita tidak akan tahu ke depannya gimana dan tidak bisa dipungkiri bahwa pasti ada yang masih menyepelekan KBGO ini,” ujarnya.
Sementara itu, Bagas Aditya, Ketua Pelaksana RAJA Brawijaya 2021 berpendapat bahwa tindakan KBGO adalah hal yang tidak wajar. Ia mewakili panitia RAJA Brawijaya 2021 menentang segala bentuk KBGO.
“Berdasarkan apa yang saya baca dan data dari tahun lalu tentang KBGO yaitu ada ketidaknyamanan pada mahasiswa baru saat momen-momen panitia men-spotlight Maba dan sesama Maba saling mem-video-kan yang notabene sebagai kekerasan berbasis gender online. Menurutku ini adalah hal yang tidak wajar untuk ada di dalam suatu pengenalan kampus dan saya dari pihak RAJA Brawijaya 2021 menentang segala bentuk KBGO yang terjadi,” tegas Bagas.
Di lain sisi, salah satu mahasiswa program studi Manajemen 2020, Nur Alifatun menanggapi kasus KBGO yang terjadi pada RAJA Brawijaya tahun lalu. Ia menganggap bahwasanya kasus KBGO yang dilakukan oleh oknum mahasiswa terhadap peserta RAJA Brawijaya ini tidaklah mencerminkan etika sebagai mahasiswa yang baik. Sehingga hal ini tidak boleh terjadi lagi di RAJA Brawijaya tahun ini.
“Seharusnya sebagai mahasiswa kita harus mengetahui dan memahami betul peran seorang mahasiswa. Salah satunya adalah guardian of value, yang artinya kita harus bisa menjaga nilai-nilai kebaikan, empati, dan keadilan dalam masyarakat,” kata Alifatun.
Tidak hanya Alifatun, Herliana, mahasiswa Ilmu Keperawatan 2020, juga sangat menyayangkan tindakan KBGO yang terjadi saat RAJA Brawijaya tahun lalu. Ia juga mengharapkan selanjutnya pelaku KBGO dapat ditindak secara tegas.
“Baiknya sih diberikan sanksi yang tegas, tidak hanya dalam bentuk teguran. Karena jika hanya teguran, pasti akan mengulangi lagi,” jawab Herliana.
Bagas Aditya pun memaparkan beberapa kebijakan yang telah dipersiapkan untuk menanggulangi permasalahan ini.
“Sanksi yang tegas akan diberikan terhadap panitia yang melakukan pelanggaran dan menjadi aktor KBGO berupa pengeluaran dari kepanitiaan RAJA Brawijaya. Yang kedua, akan dilakukan penyaringan para PJ (penanggung jawab, Red) dari room Zoom maupun Youtube dan memperketat kontrol bagi para PJ tersebut. Kemudian untuk para mahasiswa baru, kebijakan yang akan diambil jika menjadi pelaku KBGO yaitu dikeluarkan dari room Zoom dan absensinya dikosongkan atau tugasnya tak dinilai,” ujar Bagas.
Adanya kebijakan tersebut membuat banyak pihak sangat berharap agar upaya pencegahan KBGO dapat terealisasi secara optimal, sehingga tindakan serupa tidak terjadi lagi di rangkaian Ospek Mahasiswa Baru 2021. (gra/rsa/nts/ais)