Malang, PERSPEKTIF – Aksi menolak Omnibus Law yang berlangsung di sekitaran Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang pada Kamis (8/10) berlangsung ricuh. Dari arah demonstran, lemparan botol, batu, petasan, hingga bom molotov diarahkan menuju gedung DPRD. Sebaliknya, polisi juga mengerahkan water cannon dan gas air mata ke arah kerumunan massa.
Demonstran yang tergabung dalam Aliansi Malang Melawan mengawali aksi dengan berkumpul di kawasan Stadion Gajayana pada pukul 09.00. Berorasi di sepanjang jalan menuju Tugu Kota Malang, massa tiba di tempat sekitar pukul 11.00, disambut oleh barisan polisi yang telah berjaga. Berselang kurang dari setengah jam kemudian, suasana ricuh menjadi tak terhindarkan.
Bima Aji, salah satu peserta aksi, menyatakan bahwa tensi demonstrasi meningkat dengan cepat.
“Setelah lima belas menit datang, keadaan menjadi kurang kondusif. Ada yang melempar molotov dan petasan. Sampai-sampai, kita dilempari gas air mata dan sedikit direpresi (oleh polisi, red. ),” katanya kepada awak Perspektif.
Kerusuhan sedikit mereda pada pukul 12.00, setelah polisi turut menembakkan water cannon. Namun, satu jam setelahnya, massa kembali bergerak menuju depan Gedung DPRD. Tak lama, ledakan demi ledakan terjadi, asap mengepul, dan kawat spiral berhasil dibobol. Beberapa orang memasuki kompleks gedung dewan, bersamaan dengan polisi yang tetap menghalau menggunakan tameng.
Subhan, peserta aksi lainnya, beranggapan bahwa kekacauan terjadi karena tidak adanya tanggapan dari pihak DPRD.
“Mungkin itu yang menyebabkan terjadinya chaos ini. Dinamika aksi ini menggambarkan bentuk kekesalan masyarakat kepada pemerintah dan DPR itu sendiri,” ujarnya. (rff/rns)