Malang, PERSPEKTIF – Rangkaian acara Pemilihan Mahasiswa Raya (PEMIRA) Universitas Brawijaya (UB) 2019 hampir usai. Seperti tahun-tahun sebelumnya, PEMIRA UB bertujuan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Tahun ini, terdapat dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden EM serta lima belas calon untuk DPM. Lima belas calon tersebut, dalam PEMIRA ini, memperebutkan tiga belas kursi DPM UB. Jumlah kursi tersebut dianggap belum representatif jika dibandingkan dengan jumlah fakultas yang ada di UB.
Riski Bachtiar, Dosen Imu Pemerintahan UB pun menanggapi hal ini. “Seharusnya esensi dari perwakilan itu adalah yang representatif. Representatif itu banyak sekali faktornya, mungkin salah satunya adalah perwakilan dari masing-masing fakultas,” tuturnya.
Hingga saat ini, jumlah fakultas di UB ada 16, termasuk vokasi. Dan dari lima belas calon DPM di atas pun belum bisa mewakili setiap fakultas karena ada beberapa fakultas yang diwakili oleh lebih dari satu calon, seperti Fakultas Peternakan (Fapet) dan Fakultas Pertanian (FP). Terkait hal ini Riski pun menambahkan, “Yang bermasalah adalah sistem kita itu belum sistem Dapil (Daerah Pimilihan, red.), sistem kita masih sistem pemilihan umum,” tambahnya.
Meskipun calon DPM tidak merata dari masing-masing fakultas, Faiz Arsyad selaku Pelaksana tugas (Plt) DPM UB mengungkapkan itu tidak akan mengganggu tugas-tugas DPM sebagai wakil mahasiswa. “Yang perlu dipahami, setiap kita ingin menghasilkan keputusan pasti kita selalu memikirkan seluruh fakultas di UB,” ungkapnya.
Senada dengan Faiz, Janwandri Rizky, salah satu kandidat DPM UB 2019 mengatakan bahwa tiga belas kursi tersebut sudah cukup. Menurutnya tiga belas calon terpilih ini bukan untuk mewakili fakultasnya saja, tetapi akan bekerja untuk mewakili seluruh mahasiswa UB. “Nanti pasti ada koordinasi dengan seluruh DPM seluruh fakultas,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa jumlah kursi tersebut disuaikan dengan aturan bahwa lembaga legislatif kan harus berjumlah ganjil. Hal tersebut dibenarkan oleh Riski. “Kalau logika perwakilan harus ganjil. Setelah 13 menjadi 15, karena sistem pengambilan keputusan ada tiga, musyawarah, lobying, dan voting. Esensi ganjilnya itu disitu,” jelasnya.
Terkait dengan sistem PEMIRA kedepannya, Janwandri mengusulkan untuk diadakan jajak pendapat. “Untuk kedepannya dibuat sebuah jajak pendapat dengan tiap fakultas untuk menentukan DPM UB. Apakah dibuat perwakilan dari DPM fakultas atau tetap berjumlah tiga belas dengan rasionalisasi harus berjumlah ganjil,” sarannya. (him/dcv/ptr)