Malang, PERSPEKTIF — Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB), Kevin Yolandri, bantah pihaknya tidak memahami tentang pergantian status UB dari Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN-BH). Mengenai hal ini, ia menyatakan bahwa DPM FISIP UB telah melakukan berbagai upaya untuk mengawal pergantian status tersebut.
Kevin memberikan klarifikasi pada Selasa (24/9) bahwa DPM FISIP bergerak sejalan dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UB untuk menolak perubahan status UB menjadi PTN-BH. “DPM dan BEM jalan bersamaan, sikap kita sama-sama menolak PTN-BH. Dari beberapa pertemuan yang sudah diselenggarakan bersama di tingkat universitas, kita sudah sama-sama kawal dan bilang kalau kita menolak isu ini,” terangnya saat diwawancari awak Perspektif.
Meskipun DPM FISIP UB tidak menandatangani pakta Brawijaya Student Movement (BSM), sikap penolakan DPM FISIP UB sudah diwakili oleh BEM FISIP. “Pada BSM, DPM tidak ikut tanda tangan. Kebetulan saat itu DPM berhalangan hadir, tapi di situ kita diwakilkan juga oleh BEM. Jadi, memang, walaupun tidak ada tanda tangan, sikap kami sama.” Jelas Kevin.
Yusza Al Fardhin, Ketua Badan Legislasi DPM FISIP UB mengamini pernyataan Ketua DPM mengenai penolakan terhadap pergantian status UB dari PTN-BLU menjadi PTN-BH. Ia juga menjelaskan tentang langkah-langkah yang sudah ditempuh DPM sebagai bentuk penolakan terhadap PTN-BH.
“Kita sepakat untuk ikut aliansi Brawijaya Student Movement, terakhir kajian di Kalimetro bareng dengan aliansi masyarakat sipil pada aksi yang lalu,” jelas Yusza saat diwawancarai pada Rabu (25/9) mengenai posisi DPM FISIP UB soal PTN-BH UB.
Selanjutnya, Yuzsa juga menjelaskan mengenai kemajuan aliansi yang sudah terbentuk. “Di sana (Brawijaya Student Movement) progress-nya ada dua. Pertama, aliansi yang sifatnya skala nasional yang diinisiasi oleh Komite Pendidikan UB bareng gerakan organik yang sifatnya sama di kampus lain. Lalu, teman-teman di regional kampus ini tegas menolak. Jadi, kita jadi ransum teman-teman di nasional ketika perjuangan di nasional itu mandek,” ungkap Yusza.
“Hal paling dasar yang harus dilakukan adalah memantau dengan serius isi dari statuta-statuta tadi. Statuta itu berlaku selama lima tahun. Ketika statuta ini disahkan, harus dalam lima tahun tidak ada kenaikan UKT,” terang Yuzsa mengenai pengawasan yang akan dilakukan DPM FISIP UB ketika UB resmi menjadi PTN-BH.
DPM FISIP UB menyerahkan sepenuhnya kepada BEM FISIP UB mengenai pengakajian isu PTN-BH serta langkah yang perlu diambil dari sikap penolakan terhadap PTN-BH. “Kita tetap mengawasi BEM dalam hal dia menolak, lalu apa langkah selanjutnya. Selama eksekutif masih mau menjalankannya, legislatif tetap akan menyerahkan ke eksekutif juga melakukan pengawasan terhadap isu tersebut,” pungkas Yusza. (rfs/cha/pch)