Malang, PERSPEKTIF – Front Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) bersama Forum Mahasiswa Hukum Peduli Keadilan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (Formah PK) menggelar aksi di depan Balai Kota Malang (1/5). Aksi tersebut dilakukan untuk memperingati hari buruh. Ratusan orang buruh bersama massa aksi turun ke jalan menyuarakan tuntutannya.
Dimas Pasya Hafiz, Koordinator Lapangan (Korlap), aksi tersebut menuturkan terdapat enam tuntutan yang diajukan oleh FPBI dan Formah PK. Tuntutan tersebut antara lain menolak pemberian upah murah, penghapusan sistem outsourcing, menolak PHK (Pemutusan Kerja Sepihak), menolak penghentian serikat buruh, dan menuntut adanya perbaikan pelayanan BPJS untuk buruh, serta penghapusan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Muhammad Taufik, anggota Komisi D DPRD Kota Malang, mengungkapkan tuntutan yang disuarakan buruh sangat realistis. Dalam aksi peringatan buruh juga telah dilakukan konsolidasi perwakilan DPRD, buruh, dan pengusaha. “Kami sepakat beberapa hal yang menjadi keluhan buruh akan kami tampung dulu, karena kewenangan membuat undang-undang bukan ada pada DPRD melainkan di DPR RI, maka akan kami rumuskan bersama dan kami kirim, untuk menjadi semacam usulan dari kami,” ujarnya.
Kendati dinilai realistis, Taufik juga menyampaikan bahwa ada kondisi-kondisi tertentu dan tidak semudah itu dalam menanggapi tuntutan buruh. ”Saya pikir, apa yang disampaikan realitis. Tapi memang tidak mudah, karena perusahaan-perusahaan mungkin punya kondisi-kondisi tertentu tapi tetap harus diperjuangkan,” ungkapnya.
Saat ditanya perihal tindak lanjut konsolidasi yang telah dilakukan, Taufik belum dapat memastikan berapa lama waktu yang mereka butuhkan, “Kalau soal waktu kami nggak bisa memastikan, cuma hal-hal yang kasuistik akan coba kami datangi karena kami juga sudah pernah datang di beberapa tempat seperti misalnya pabrik gandum,” tambahnya.
Sementara itu Luthfi Chafidz, Ketua FPBI Malang, meyakini aksi yang dilakukan buruh berjalan efektif. “Kami tunjukkan bahwa kami kaum buruh itu ada. Apabila kami tidak menunjukan eksistensi, penindasan bisa semakin parah. Hari buruh tanggal 1 Mei ini seharusnya sebagai momen konsolidasi, ” ujarnya.
Luthfi juga menyayangkan minimnya keterlibatan buruh dalam aksi tersebut. “Jumlah buruh itu sekitar 40% dari total masyarakat Indonesia. Sedangkan kawan-kawan buruh yang mengikuti aksi mayday ini tidak sampai 2%. Bayangkan apabila kalau seluruh buruh ikut bersuara. Kami bisa jadi pemenang, loh,” tambahnya.
Di sisi lain, Imam Meihara selaku Korlap FPBI berharap agar pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap perlakuan pengusaha kepada para buruh. ”Harapannya pemerintah harus bisa mengawasi pengusaha-pengusaha nakal, apalagi pengusaha yg menengah kebawah itu. Pengusaha bisa kaya tapi buruhnya tetap miskin,” ucapnya. (sar/rhm/cup)