Malang, PERSPEKTIF – Pemilihan Wakil Mahasiswa (Pemilwa) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) 2018 akan dilaksanakan pada 5 Desember 2018 menggunakan sistem e-vote. Pada Pemilwa seluruh mahasiswa FISIP memperoleh hak suara, tak terkecuali mahasiswa difabel.
Akan tetapi, menurut Abimanyu Kurnia Ramadhan, salah satu mahasiswa difabel menyatakan pelaksanaan Pemilwa FISIP 2018 masih tidak memiliki kejelasan di kalangan mahasiswa difabel. Menurutnya, mahasiswa difabel belum mendapatkan pengarahan maupun sosialisasi terkait Pemilwa. ”Belum ada sosialisasi sama sekali bagi kami mahasiswa difabel, saya dan teman-teman masih kurang mengetahui sistem yang akan digunakan,” ungkap Abimanyu.
Selain itu, Abimanyu juga meminta kepada panitia Pemilwa untuk menyediakan layanan yang mudah diakses oleh mahasiswa difabel. “Panitia setidaknya harus menyediakan huruf timbul bagi yang tunanetra dan bahasa isyarat bagi yang tunarungu, karena pemilwa kali ini pakai e-vote. Bisa jadi kami yang tunanetra dan tunarungu tidak kebagian suara yang sebenarnya menjadi hak kami,” terang mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2017 ini.
Menanggapi hal tersebut, Hapiz Daulay, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FISIP menjelaskan bahwa hal tersebut nantinya akan disosialisasikan kepada mahasiswa difabel. “Sistem Pemilwa untuk mahasiswa difabel nanti akan dijelaskan dalam sosialisasi tahap kedua,” kata Hapiz.
Hapiz menambahkan, “Memang ada masukan mengenai sistem Pemilwa untuk mahasiswa difabel, dari teman-teman DPM pun sudah ada saran. Kami berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik bagi semua mahasiswa, termasuk mahasiswa yang difabel,” tuturnya.
Terkait sistem pemilihan bagi mahasiswa difabel, Aninditya Wahyudi selaku Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pemilwa FISIP 2018 menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan Pemilwa, panitia akan menyediakan fasilitas khusus bagi mahasiswa difabel. “Kami akan menyediakan setidaknya huruf braille bagi yang tunanetra,” jelas Aninditya.
Akan tetapi, Aninditya mengatakan bahwa hal tersebut masih dalam perencanaan. “Masih merupakan rencana, sebab belum ada Undang-Undang langsung yang diturunkan oleh DPM,” lanjutnya.
Selain kurangnya informasi bagi mahasiswa difabel terkait sistem pemilihan, muncul pula permasalahan lain yaitu kekhawatiran terhadap netralitas pendamping mahasiswa difabel saat pelaksanaan PEMILWA. Ketika dikonfirmasi terkait munculnya kekhawatiran tersebut, Hapiz menjelaskan bahwa mahasiswa difabel akan dipisahkan dari pendampingnya saat pelaksanaan Pemilwa. “Mahasiswa difabel akan dipisahkan dari pendamping mereka dan dibantu oleh panitia ketika pelaksanaan Pemilwa nanti,” tutup mahasiswa Ilmu Politik 2015 ini. (jab/am/wnd)