Oleh : Ayu Aprilia Sari*
Orang bilang..
Tangisku, sama dengan tangisnya.
Bahagiaku, sama dengan bahagianya.
Jalanku, tak lepas dari pandangannya.
Sedangkan tumbuhku karena keringatnya.
Sekilas ucapnya, “apa kabar?”
Kata yang terucap selalu terngiang.
Hanya sekedar sapa, namun terbayar.
Karena rindu yang semakin menjulang.
Sekilas tanyanya..
Tak banyak, hanya beberapa kata.
Kata-kata penuh kekhawatiran.
Kata tulus yang selalu kudambakan.
Hanya sekilas memang..
Namun itu mengobati.
Mengobati rindu yang mulai mengikis hati.
Apakah aku harus pergi untuk yang kedua kali?.
Kurasa tak mungkin.
Selalu teringat ketika aku kembali.
Sambutnya selalu terbayang dalam akal budi.
Didepan stasiun kereta api.
Tak pernah ijinkan aku menunggu.
Tapi dia selalu sigap dan semangat menyambutku.
Tak perlu balas.
Cukup aku bahagia, dirinyapun juga.
Sering aku membuatnya kecewa.
Tapi apalah daya, diriku yang tidak sempurna.
Sedikitpun dirinya tak pernah marah.
Karena itulah dia.
Pahlawan ku yang tak terabadikan dalam tulisan.
Tapi selalu terukir di dalam hati.
PENULIS MERUPAKAN MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI UB 2016. ANGGOTA DIVISI REDAKSI LPM PERSPEKTIF