Malang, PERSPEKTIF – Akhir Mei lalu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BANPT) menyebutkan terdapat tujuh kampus yang terpapar paham radikalisme, salah satunya Universitas Brawijaya (UB). Paham radikalisme disinyalir tumbuh subur di kampus UB. Sebagai salah satu universitas yang disebut terpapar paham radikalisme, UB memberi respon dengan merancang peraturan terkait penanggulangan radikalisme dan pelanggaran kesusilaan serta memasukkan materi anti radikalisme dalam rangkaian Raja Brawijaya.
Ketika dikonfirmasi Arief Prajitno, Wakil Rektor III UB mengungkapkan bahwa dibentuknya rancangan peraturan mengenai radikalisme guna untuk lebih memperketat dan mencegah paham radikalisme. Baik ke seluruh mahasiswa atau pun dosen UB. “Jadi peraturan itu adalah peraturan yang menyeluruh. Nanti ada LGBT, ada yang radikal yang HTI. Nah itu mulainya di mahasiswa baru masuknya gampang, makannya sekarang ada wawasan kebangsaan,” jelas Arief.
Arief menambahkan bahwa akan ada sanksi yang diberikan kepada mahasiswa, dosen, maupun pegawai di Universitas Brawijaya yang terbukti melanggar peraturan tersebut.
Menurut Muhammad Nur Fauzan, Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) 2018 juga akan melakukan mentoring pada mahasiswa baru. “Nah kemarin itu dibahas misalnya mentoring kayak gitu. Sejauh ini semua wakil dekan setuju dengan adanya mentoring,” ungkap mahasiswa Fakultas Ilmu Adminitasi (FIA)
Selain merancang peraturan, UB juga berupaya memasukkan materi anti radikalisme dalam rangkaian Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Universitas (PKKMU). “Dari isu yang berkembang Kemenristek memberikan arahan kepada kampus bahwasanya harus memasukan materi dalam PKKMU tentang anti radikalisme. Setiap kampus harus mematuhi itu dan di Raja pun kami memberikan materi tentang anti radikalisme,” jelas Muhamad Ariz Pratama, Ketua Pelaksana Raja Brawijaya 2018.
Hal senada juga disebutkan oleh Shallima Nada Puspa, Wakil Koordinator Acara PKKMU 2018. Shallima menuturkan bahwa isu terkait radikalisme sangat hangat di kampus. Sehingga Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti) membuat peraturan untuk memasukkan sesuatu terkait anti radikalisme dalam pengenalan kehidupan kampus mahasiswa baru. “Nah itu ada di universitas untuk di fakultas-fakultas saya kurang tahu ya. Mungkin bisa ditanyakan ke fakultas yang terkait aja,” ungkap Shallima. (rmh/far/wur)