Malang, PERSPEKTIF – Kamis sore (22/3) Himpunan Mahasiswa Psikologi (HIMAPSI) mengadakan diskusi mahasiswa yang bertempat di Gazebo Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Kali ini, HIMAPSI menyuguhkan diskusi bertema “Body Shaming bukan Membully tapi Menyakiti”. Diskusi tersebut menghadirkan Sumi Lestari, dosen Psikologi Universitas Brawijaya (UB) sebagai pemateri.
“Nah kalau kalian sering memanggil teman yang gendut sedikit dipanggil ndut yang tembem dikit dipanggil mbem itu kalian sedang melakukan body shaming. Body shaming itu setingkat dengan bullying namun berbeda. Body shaming bentuk mengomentari tubuh seseorang namun bullying memiliki cakupan lebih luas bahkan sampai mengomentari latar belakang keluarga,” jelas Sumi.
Lebih lanjut Sumi mengungkapkan faktor penyebab body shaming berasal dari penerapan standar kecantikan pada setiap orang. Padahal setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda. “Kalau kita sering menggunakan body shaming nanti kita akan terbiasa menilai performa orang lain berdasarkan hal yang dilihat pertama kali. Bila terbiasa body shaming bisa menyebabkan depresi, schizophrenia dan body dysmorphic disorder, ” terang Sumi.
Sumi menambahkan bahwa body shaming bisa dilakukan pada semua orang tanpa batasan gender. Akan tetapi, perempuan menjadi pihak yang sering kali mengalaminya.
Reynaldi Idris, salah satu mahasiswa Psikologi yang hadir dalam diskusi mengatakan bahwa diskusi tersebut memberi pengetahuan baru.
“Bahasannya bagus dari situ bisa tahu ternyata body shaming itu gak hanya dari pihak eksternal doang. Jadi kita bisa body shaming diri sendiri. Terus juga efek dari body shaming itu bisa menyebabkan hal serius walaupun kita menganggapnya lumrah, karena selama ini beranggapan cuma bercandaan,” ungkap Reynaldy. (zza/wnd/wur)