Malang, PERSPEKTIF– Revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) mendapat kecaman dari berbagai kalangan masyarakat. Kamis (22/2), di depan Kantor Walikota Malang, Malang Corruption Watch (MCW) menggelar aksi tolak UU MD3.
Eki Maulana Ibrahim selaku Koordinator Lapangan mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk penolakan terhadap UU MD3.
“Tujuannya terutama untuk menolak. Undang-Undang ini sangat bermasalah sekali terhadap prinsip-prinsip negara hukum dan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia,” ungkap Eki.
Eki menambahkan bahwa DPR sebagai perwakilan rakyat dan lembaga yang mempunyai kekuasaan untuk membentuk UU itu harusnya bisa membatalkan revisi UU tersebut. Jika tidak, maka presiden sebagai eksekutif berwenang membentuk peraturan pemerintah pengganti UU (Perpu) untuk mencabut UU MD3.
Atha Nursasi, dari badan usaha pekerja MCW divisi korupsi politik yang juga menjadi orator, mengungkapkan tujuan aksi siang itu untuk merespon kemunculan UU MD3.
“Pertama kami ingin merespon, menunjukkan kepada publik terutama kepada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dalam merumuskan UU MD3. Munculnya UU tersebut tentu mendapat tanggapan dari publik terhadap keputusan-keputusan yang dianggap menciderai demokrasi,” jelas Atha.
Lebih lanjut Atha mengungkapkan aksi tersebut juga ingin menunjukkan bahwa secara substansial poin-poin yang direvisi dalam UU MD3 itu cenderung menunjukkan watak yang bertentangan dengan konstitusi dan sistem demokrasi. Poin yang direvisi menunjukkan secara jelas bagaimana kecenderungan orang-orang yang ada di dewan atau yang merumuskan UU MD3 semata-mata untuk mengamankan posisi.
Sementara itu, saat ditanya mengenai dampak MD3 bagi masyarakat luas, Eki menjelaskan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dapat melakukan penindakan melalui Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) kepada perseorangan atau kelompok yang merendahkan anggota DPR. Hal tersebut diatur dalam revisi UU MD3 pada pasal 122 huruf K.
“Sebenarnya pencemaran nama baik itu sudah diatur di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU ITE yang mengatur secara khusus mengenai pencemaran nama baik.” terang Eki.
Langkah selanjutnya untuk mengawal isu, mengajak seluruh masyarakat Malang melakukan aksi kembali. Kemudian dengan jaringan-jaringan di manapun, terutama Jakarta untuk melakukan konsolidasi kembali.
“Apakah kami akan melakukan Judicial Review atau akan terus mendesak Presiden Jokowi membuat perpu untuk membatalkan UU MD3. Undang-Undang tersebut luar biasa, kewenangan legislatif melebihi lembaga-lembaga yang lain,” terang Eki.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Atha, bahwa mereka ingin mengajak masyarakat Indonesia terutama Malang Raya untuk melihat secara jelas apa makna dan tujuan dibalik pengesahan UU MD3. (wur/wnd)