Malang, PERSPEKTIF – Pada akhir tahun 2016, setahun yang lalu, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Brawijaya (UB), mengalami permasalahan terkait prosedur birokrasi yang berbelit, sehingga berdampak pada sulitnya pencairan dana untuk agenda program kerja tiap-tiap UKM. Jalan keluarnya adalah disepakatinya penyusunan buku pedoman.
Memasuki akhir tahun 2017, UKM UB mengalami hal serupa. Permasalahan kali ini yang menimpa mereka adalah dana kemahasiswaan UB mengalami defisit 5,5 miliar, sehingga berimbas terhadap terganggunya kegiatan yang diadakan oleh UKM UB.
Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu UKM, yakni Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam (Impala), Yoga Saputra Hartono, Sekertaris Impala, mengakui hal itu.
“Mengenai defisit dana 5,5 miliar saya mengetahui dari grup UKM,” ungkapnya pada (13/11).
Yoga menambahkan dana kegiatan dari bulan Oktober masih belum turun. Dalam waktu dekat ini Impala akan melaksanakan diklat, kegiatannya sudah diizinkan tetapi dana belum juga turun. Ia juga menuturkan bahwa untuk kegiatan internal tersebut pendanaannya diambil melalui kas organisasi.
“Secara organisasi kami datang langsung ke rektorat, lamanya dana turun dikarenakan Laporan Pertanggungjawabannyannya UKM. Masalah kegiatan banyak yang belum masuk ke rektorat, jadi dana belum bisa dicaikan,” jelas Yoga.
Hal serupa juga dialami oleh UKM Unit Aktivitas Karawitan dan Tari (UNITANTRI) UB. “Dana dari bulan Juni sampai September dari UNITANTRI pun program kerjanya belum ada dana yang tercairkan,” terang Ervin Hendrawan pada (10/11), ketua Unitantri.
Namun, berbeda dengan Impala, selama ini Unitantri belum pernah mengkonfirmasi ke rektorat perihal lamanya pencairan dana UKM.
“Kami tidak bisa langsung konfirmasi dengan pihak rektorat harus melalui Eksekutif Mahasiwa (EM). Dalam struktur sekarang UKM berada di bawah EM, jadi untuk konfirmasi ke rektorat harus melalui EM,” jelas Ervin.
Ervin juga menambahkan bahwa UKM telah melaporkan masalah dana UKM melalui Dewan Perwakilan Mahasiwa (DPM) untuk menyampaikan pada pihak rektorat.
Tidak jauh berbeda, UKM Forum Studi Mahasiswa Pengembangan dan Penalaran (Fordi Mapelar) juga merasakan dampak yang sama. Fordi Mapelar harus mencari sumber dana lain untuk melaksanakan kegiatan, bahkan ada beberapa kegiatan yang harus ditunda.
“Waktu ada kongres di Makassar kemarin, kami harus mencari donatur. Kemudian diklat dan acara ke Jakarta ditunda, ke Jakarta ditunda,” terang Wisnu Dharmesa, salah satu anggota Fordi Mapelar.
Ketua Umum Fordi Mapelar, I’it Istiani menambahkan, “Karena ada beberapa senior biasanya mendapatkan bantuan dari senior, tetapi karena kemarin dana rektorat tidak turun-turun uang kas menjadi minus,” ungkapnya.
Ahmad Khoiruddin, Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) UB, mengaku sudah mengkonfirmasi terkait defisitnya dana kemahasiswaaan tersebut.
“Informasi defisit 5,5 miliar itu informasinya dari Kemahasiswaan UB. Saya juga sudah beberapa kali berdiskusi dengan Wakil Rektor 3 UB. Informasi yang didapatkan defisit tersebut imbas dari pelaksanaan MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an),” ungkap Khoirudin
Khoirudin menambahkan adanya defisit dana sudah ditanggulangi dengan adanya dana pagu baru. “Tinggal sebenarnya pengawalan bisa segera direalisasikan,” pungkasnya.
Sedangkan Arief Prajitno, WR III UB, Bidang Kemahasiswaan, menampik hal tersebut, menurutnya itu merupakan kesalahan persepsi.
“Itu salah persepsi. Dana ada sekarang, tapi kalau anak-anak tidak melakukan Laporan Pertanggungjawaban maka dana selanjutnya akan macet. Pengucurannya itu ada persentasenya. Misalkan, Kemahasiswaan dikasih uang 6 miliar, jadi 6 miliar itu tidak boleh pure untuk semua kegiatan. Jadi bertahap, uang muka 750 juta itu digunakan dan dipertanggungjawabkan dulu,” pungkasnya. (wur/ttm/lta)