Malang, PERSPEKTIF – Pada Pemilihan Mahasiswa Raya (Pemira) tahun ini, Universitas Brawijaya (UB) mencanangkan adanya sistem Brawijaya-vote (B-vote). Sistem ini merupakan sistem voting berbasis elektronik yang dilakukan serentak di semua fakultas. Perbedaan dengan sistem Elektronik vote (E-vote) yang sebelumnya adalah ketika pemilih masuk ke dalam bilik suara, maka di layar pemilih akan dimunculkan pilihan calon Pemira dan juga calon Pemilhan Mahasiswa (Pemilwa) dari masing-masing fakultas.
Namun, mempertimbangkan kesiapan, Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) dan panitia Pemira Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) memutuskan tidak menggunakan B-vote, namun menggunakan sistem voting konvensional dengan kertas dan kotak suara.
“Sistem ini (B-vote) merupakan saran dari pihak rektorat dan dekanat untuk menaikan jumlah pemilih dalam Pemilwa tahun ini. Hal tersebut karena adanya ketimpangan suara antara Pemira UB dan Pemilwa Fakultas di mana jumlah pemilih di Pemira selalu lebih besar,” ungkap Jefrie Nandy Satria, ketua DPM FISIP.
Menurut keterangan Jefrie, ketimpangan pemilih pada Pemira dan Pemilwa tidak terjadi di pelaksanaan Pemira FISIP. “Hal tersebut malah beresiko menurunkan jumlah pemilih di Pemira FISIP sendiri, ” sambungnya.
Penerapan B-vote di Pemira FISIP juga dirasakan belum siap secara teknis. Eldo Aditya, Koordinator Acara, Panitia Pelaksana Pemira FISIP menungkapkan terkait sistem voting berbasis elektronik terutama B-vote yang diadakan secara serentak, FISIP masih mengalami beberapa kendala.
“Kesiapan panitia dan fakultas untuk melakukan sistem B-vote pada Pemira FISIP tahun ini dirasa sangat kurang, selain itu adanya kendala berupa daya listrik yang kurang dan anggaran dana yang besar. Selain itu, ditakutkan jika kendala belum sepenuhnya dapat tertangani akan terjadi kecurangan pada server. Server akan mudah dibobol oleh oknum-oknum tertentu untuk memperoleh suara terbanyak,” jelas Eldo.
Terkait kendala listrik yang tidak mendukung sistem E-vote maupun B-vote, Jefrie menambahkan bahwa, “Di FISIP ada kebijakan di mana tiap ruang kelas hanya dinyalakan satu pendingin ruangan dan satu kipas angin itupun masih berisiko listrik padam, apalagi jika ditambah dengan sistem voting tersebut,” pungkasnya. (am/khn/ank)