Malang, PERSPEKTIF – Rabu (1/11) di Aula Nuswantara lantai 7 gedung B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) diselenggarakan seminar nasional dengan judul “Dampak Implikasi Perubahan UU Pemilihan Umum (Pemilu) Terhadap Demokratisasi di Indonesia”. Seminar Nasional ini diisi oleh dua pemateri, yaitu ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Arief Budiman S.S, S.IP, MBA dan juga dosen Ilmu Politik UB, M. Faishal Aminuddin, S.S, M.A, Ph.D.
Seminar nasional ini membahas tentang dampak perubahan Undang-Undang (UU) Pemilu yang disahkan tahun ini. Perubahan UU ini menyepakati tentang lima isu krusial yaitu soal sistem pemilu, ambang batas pencalonan presiden, ambang batas parlemen, metode konversi suara dan alokasi kursi per-daerah pemilihan.
Menurut Faishal untuk membuat UU Pemilu menjadi komprehensif agar nantinya tidak menimbulkan masalah, yang paling penting adalah memiliki konsistensi logika, sehingga tidak memungkinkan kelompok-kelompok politik untuk mengusulkan UU yang hanya menguntungkan kepentingan kelompok mereka saja
Selain itu Faishal juga menjelaskan bahwa akademisi perlu intervensi terhadap proses revisi UU Pemilu agar setidaknya mengingatkan pasca pemilu 2019 misalkan ada itikad untuk merevisi UU setidaknya dilakukan lebih awal pada 2019 akhir atau 2020 agar menghindari polemik yang berkepanjangan seolah-olah pemilu itu diniatkan untuk mempersulit kerja KPU.
“Beberapa mau melakukan itu, ini yang kemudian yang membuat konsistensi dan logika di dalam UU Pemilu tidak terjamin dan akibatnya persoalan akan muncul. Itu yang akhirnya membuat UU tidak simple dalam melaksanakan penyelenggaraan” jelasnya.
Di sisi lain, Arief menjelaskan bahwa perubahan dalam sistem Pemilu tidak akan berpengaruh besar pada pelaksanaan Pemilu karena yang berubah hanya cara menghitung saja.
“Metode yang baru ini tidak menimbulkan hal yang baru yang berkonsekuensi terhadap waktu, biaya dan tenaga, yang berubah hanya cara kita mengkonversi itu” pungkasnya. (cov/lta)