Malang, Perspektif – Tahun 2017 terjadi pengurangan kuota mahasiswa baru (maba). Menurut Wakil Rektor III (WR III) Arief Prajitno kuota maba menjadi 10.000 mahasiswa dari 12.000 mahasiswa, bila dibandingkan dengan tahun lalu. Ia memberi keterangan bahwa Rektor Universitas Brawijaya (UB) Muhammad Bisri menginginkan mahasiswa UB lebih fokus belajar dan menyelsaikan studinya selama 4 tahun.
“Kalau seperti yang lalu lalu sudah overload kaya gitu sekitar 18 ribu dulu itu. Itupun kita sudah ditegur sama Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi. Kita turunkan itu supaya perbandingan dosen dengan mahasiswa itu efisien.” Jelasnya.
Selain alasan efisien dosen dengan mahasiswa, pengurangan kuota Strata satu (S1) dialihkan ke pascasarjana dengan alasan peningkatan mutu dan bereputasi.
“Kalo kebanyakan mahasiswa S1 bebannya kan nanti semakin banyak. Tapi kalau S2 yang banyak akan menghasilkan karya ilmiah, akan meningkatkan reputasi kita di mata dunia.”
Bisri menambahkan bahwa pengurangan kuota maba tidak berpengaruh pada uang kuliah tunggal (UKT) hal itu dikarenakan adanya surat perintah dari menteri yang mengatakan bahwa pada tahun ini UB Tidak dapat menaikkan UKT. Di sisi lain, Wakil Rektor III UB, Arief Prajitno pun mengatakan bahwa dengan adanya pengurangan maba, pendapatan fakultas semakin kecil. “Lho, ya sebenarnya yang rugi fakultas-fakultasnya karena kan pendapatannya makin kecil. “ Pungkasnya.
Di sisi lain Hasbi Assiddiq, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa, K(DPM), mengatakan bahwa jika pengurangan kuota maba tersebut adalah untuk menyeimbangkan antara sarjana dengan pascasarjana.
“Kalo saya sering diskusi sama pak rektor itu memang karena kita ingin menyeimbangkan
antara S1 dengan pascasarjana. Gitu ajasih sebenarnya. Biar seimbang. Jadi gacuma S1 aja yang banyak tapi pasca juga banyak untuk meningkatkan akreditasi itu ya salah satu faktor
atau salah satu penilaiannya begitu,” pungkasnya
(nnd/awj/nov)