Malang, PERSPEKTIF – Mohammad Bisri, Rektor Universitas Brawijaya, menanggapi petisi online yang diunggah ke laman change.org untuk mengganti Wakil Rektor (WR) III UB Arief Prajitno. Dalam petisi yang ditujukan padanya itu, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) UB sedang mengalami beberapa persoalan dengan WR III UB. Selain itu, WR III dinilai berlaku otoritatif ketika menghadapi mahasiswa.
Bisri menilai hal ini sebetulnya disebabkan karena terjadi miskomunikasi antara WR III dengan UKM. Ia meminta semua pihak menilai persoalan ini dengan beragam perspektif. Lebih lanjut ia mengatakan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) jajaran rektorat, termasuk WR III, sudah ada dalam Peraturan Rektor Nomor 20 tetang Struktur Organisasi dan Tata Kelola UB, dan berjalan berbasis sistem.
“Jangan sampai petisi itu menjadikan kekurangan seseorang hanya sedikit di-blow up, tidak fair,” ujar Bisri ketika ditemui Perspektif (27/12).
Akhmad Muwafik Saleh ,Wakil Dekan (WD) III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), saat ditemui PERSPEKTIF di ruangannya pada (21/12) menyatakan bahwa harus selektif dalam memilih informasi yang benar.
“Yang perlu dilakukan, cek dan kroscek, atas beragam informasi dengan benar, agar tidak menimbulkan kerugian kepada salah satu pihak,” ungkapnya.
Sementara itu melalui rilisnya, aliansi Solidaritas UKM Brawijaya (SUAR) menuntut adanya evaluasi tindakan WR III UB terhadap kegiatan mahasiswa. Selain itu, di poin keempat rilis itu disebutkan bahwa WR III UB dituntut untuk membuat surat pernyataan tidak lagi melakukan tindakan represif.
Humas aliansi SUAR, mengatakan pihaknya juga menuntut adanya perjanjian hitam di atas putih terkait hal itu. Menurutnya, surat pernyataan itu bisa menjadi pegangan bagi UKM, dan meminimalisir kemungkinan polemik ini terjadi lagi.
“Perlu perjanjian tertulis untuk hal ini. Sebab harapannya posisi UKM akan semakin jelas,” tuturnya.
Terkait pembekuan UKM, Bisri mengatakan hal itu tidak bisa dilakukan spontanitas. Menurutnya, pembekuan harus melalui serangkaian prosedur. Namun ia sepakat jika UKM yang tidak aktif bisa ditertibkan, sebab pendanaan berasal dari anggaran negara maka harus aktif menunjukkan prestasinya.
“Pembekuan itu harus ada prosesnya, tidak bisa spontanitas,” katanya.
Ahmad Khoiruddin, Presiden Eksekutif Mahasiswa tahun 2017, menyatakan bahwa masih dalam tahap mendalami poin-poin apa saja yang menjadi permasalahan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) karena ia baru saja dilantik.
“Ya kan saya juga baru ini dan belum berpengalaman di ranah Universitas, sehingga ini pertama kalinya. Sehingga saya masih berproses dan paling tidak seminggu ke depan ini mulai ditingkatkan prioritasnya (terkait masalah ini),” terang Khoiruddin.
Sebelumnya, Arief Prajitno memberikan klarifikasi melalui laman humas UB, prasetya.ub.ac.id, terkait petisi itu. Ia menolak anggapan bahwa kebijakannya dimaksudkan memecah belah antar civitas akademika UB, terutama dengan alumni UB. (lta/ttm/ank)