Malang, PERSPEKTIF – Kelanjutan penaungan 3 program studi (Prodi) yakni Ilmu Politik, Hubungan Internasional (HI) dan Ilmu Pemerintahan di bawah satu jurusan, masih menunggu beberapa persiapan. Mulai dari pergantian ketua prodi (Kaprodi), legal-formal, sampai syarat administratif bagi dosen yang akan menjabat sebagai ketua jurusan (Kajur).
“Dalam penaungan menjadi satu jurusan memang prosesnya agak pelan. Seiring nanti pergantian Kaprodi saya berharap sudah banyak dosen yang secara administratif dapat memenuhi jabatan akademik untuk menjadi Kaprodi maupun Kaprodi,” ujar Unti Ludigdo, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB)
Terkait kendala yang akan muncul, Unti menyatakan, kendalanya ialah ego masing-masing Prodi. Namun, ia menilai, ketika dinaungi satu jursuan, tiap Prodi memiliki kesempatan berkembang yang sama.
“Kendala sebenarnya, lebih banyak pada ego untuk menunjukkan identitas secara lebih dibanding yang lain. Kedua, ada kekhawatiran kalau gabung menjadi satu jurusan dengan Prodi yang lain, maka akan ada Prodi yang lebih menonjol, atau ada Prodi yang tidak berkembang,” tuturnya.
Sementara itu, Ahmad Imron Rozuli, Wakil Dekan II FISIP UB, menyatakan penaungan ketiga Prodi tersebut berdasar efisiensi serta kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang ada di FISIP. Karenanya, ketika menjadi jurusan nanti harus dipertimbangkan orang yang akan mengisi jabatan struktural.
“Kita lihat lagi duduk persoalannya seperti apa, bukan keputusan elit yang ingin efisiensi. Tapi grassroot dan elit ketemu di tengah sehingga bisa ditentukan arahnya. Keputusannya adalah keputusan bersama. Tetapi mencapai konsesus bersama itu tidak gampang karena masing-masing punya perspektif yang berbeda-beda,” jelas Imron (10/11).
Terkait ego dari masing-masing Prodi seperti yang diungkapkan Unti, Imron menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Penggabungan ketiga Prodi memang didasarkan atas rumpun keilmuan yang sama, namun, lanjut Imron, karakteristik dari masing-masing Prodi berbeda.
Senada dengan Imron, Unti menerangkan, kebijakan tersebut mendapatkan tanggapan yang beragam, sehingga ia menilai perlu pendekatan yang tepat. Kebijakan itu, menurutnya, merupakan langkah strategis yang diambil dengan berbagai pertimbangan.
“Kalau responnya bagaimana, ada yang ingin berdiri sendiri. Tapi yang lain dengan rasional, mereka melihat, bergabung lebih baik,” kata Unti.
Di sisi lain, Aswin Ariyanto Azis, Kaprodi Ilmu Pemerintahan, mengatakan sebaiknya ketiga Prodi tersebut didorong untuk menjadi jurusan. Ia kemudian membandingkan dengan tata kelola di Universitas Hasanudin. Di sana awalnya Ilmu Politik, HI, dan Ilmu Pemerintahan dinaungi dalam satu jurusan, kemudian memisahkan diri.
“Lebih baik dari awal didorong biar jadi jurusan, daripada gabung. Mestinya mengurus bagaimana caranya Prodi dipermudah atau dibantu untuk segera jadi jurusan daripada digabung,” tuturnya pada Perspektif (9/11).
Namun, Aswin juga memaparkan dari penggabungan tiga tersebut, akan menghasilkan efisiensi dalam hal penguatan sumber daya manusia (SDM) pada masing-masing Prodi, sebab ketiganya bisa saling berbagi SDM. Senada dengan Aswin, Hilmy Mochtar, Kaprodi Ilmu Politik, menerangkan, jika ingin menjadi jurusan sendiri, tiap Prodi juga harus berhitung mengenai SDM yang ada.
“Jika salah satu menolak, lalu apa jalannya. Kalau semata-mata itu karena sifatnya (kebijakan) top-down atau bottom-up, kita kan Universitas, sudah ada lembaga-lembaga yang mengurus,” terangnya.
Di sisi lain, Kaprodi HI, Dian Mutmainah, mengatakan pihaknya akan mengikuti aturan tersebut. Ia menjelaskan, secara operasional saat ini masih menggunakan OTK yang lama. Lebih lanjut, ia mengaku belum mengetahui seperti apa teknis aturan baru tersebut. Sebab, belum ada konfirmasi lebih lanjut.
“Konsep organisasi kan memang kita ikut, kalau itu memang strukturnya berubah, ya, berubah. Yang saya tahu, yang berlaku seperti ini sekarang, yang baru nanti katanya mulai Januari. Secara operasional kita masih pakai yang lama,” ungkapnya ketika ditemui (16/11).
Penggabungan ketiga Prodi tersebut tidak hanya berdampak pada kelembagaan Prodi, namun juga berdampak kepada kelembagaan struktur himpunan Prodi terkait. Imron mengatakan bahwa secara logika tidak ada himpunan di bawah naungan Prodi.
“Ketika menjadi jurusan, logikanya himpunan kan, himpunan mahasiswa jurusan, bukan himpunan mahasiswa Prodi. Kira-kira, logikanya tidak mungkin Prodi punya HMJ,” tuturnya.
Namun menurutnya jika digabung, ketiga himpunan dari Prodi terkait akan bermasalah pada rumitnya sistem administrasi. Sehingga, posisi ketiga himpunan tersebut masih tetap berada di Prodi. Muhammad Farhansyah, Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (HIMAP), memaparkan jika nantinya akan tergabung menjadi satu, maka akan menguatkan rasa ego-sentris tiap Prodi.
“Kalau ada yang membandingkan himpunan ini lebih sukses, kemudian digabung, terus salah satu himpunan di atas kita gitu. Itu kan menjadi masalah baru. Saya nggak setuju, mungkin seperti itu,” ujarnya.
Farhan menambahkan seharusnya terjalin komunikasi yang baik antara pihak Prodi dengan mahasiswa. Ia berharap pihak Prodi segera melakukan hearing dengan pihak himpunan untuk melakukan sosialisasi terkait rencana penggabungan tiga prodi tersebut. (lta/wur/bmh/rip)