Lompat ke konten

Edukasi Warga Lokal Lewat UB Forest

Malang, PERSPEKTIF – Hutan Pendidikan Universitas Brawijaya (UB) atau disebut dengan UB Forest, diresmikan pada Senin lalu (19/9) oleh Dr Ir Mohammad Bisri, MS selaku Rektor UB. Tanah pemberian Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas  544 Hektar ini berlokasi di kawasan lereng Gunung Arjuno Dusun Sumbersari, Desa Tawang Agro, Karangploso, Kabupaten Malang. “Dicanangkan baru kemarin memang. Tapi sudah resmi dari awal Januari,”  ungkap Wakil Rektor IV Dr. Moch. Sasmito Djati, MS. Hutan ini akan berfungsi sebagai icon baru yang nantinya akan digunakan untuk menfasilitasi penelitian dan pengembangan di UB.

Eko Ganis Sukoharsono selaku Direktur Pengelola UB Forest mengungkapkan visi dari dicanangkannya UB Forest adalah  menjadikan UB Forest sebagai  labolatorium hidup di dalam pelayanan akademik penelitian, pendidikan, dan pengabdian masyarakat. Untuk status tanah dari UB Forest adalah tanah hibah yang diberikan oleh Kementrian Lingkugan Hidup dan Kehutanan kepada Universitas Brawijaya untuk nantinya dikelola dengan baik.

Namun tidak hanya digunakan untuk kepentingan UB semata. UB Forest juga akan berperan sebagai salah satu bentuk pensejahteraan masyarakat sekitarnya. Hal ini dilakukan karena ada beberapa masalah yang timbul terkait Hutan Pendidikan UB itu.

Diungkapkan oleh Sasmito, bahwa secara hukum memang tanah itu milik UB. Namun jauh sebelum tanah tersebut diserahkan ke UB, masyarakat sekitar sudah menjadikan tanah tersebut sebagai sumber kehidupan mereka, seperti bertani atau berkebun. “Ya, kalau kita bangun bisa bermasalah (dengan masyarakat). Jadi Pak Rektor (mau), kalau bisa ini kita manfaatkan, tapi juga mensejahterakan masyarakat sekitar,” tambahnya.

Oleh karena itu, UB sudah berencana meningkatkan produksi hasil pertanian di UB Forest. Karena setelah diteliti kembali, masyarakat di sana masih kurang bisa mengelolah tanah di kawasan itu dengan baik. “Kita adakan sosialisai, kopi di sana produksinya rendah karena tidak dirawat dengan baik. Teman-teman pertanian kemarin juga mengatakan bahwa masih banyak gulma (tumbuhan pengganggu). Kalau gulmanya dibuang produksi kopi bisa tinggi,” ungkap Wakil Rektor bidang perencanaan dan kerjasama tersebut. (aud/edf/ade)

(Visited 802 times, 1 visits today)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Terbaru

Iklan

E-Paper

Popular Posts

Apa yang kamu cari?