
Winda Novianti
- 15 Oktober 2018
- 1:15 pm
Editorial- Menilik Seratus Hari Kerja Nuhfil Hanani
Nuhfil Hanani terpilih sebagai rektor periode 2018-2022. Sebagai rektor baru, Nuhfil dihadapkan dengan berbagai masalah yang harus dibenahi. Masalah lama yang belum kunjung terselesaikan yaitu legalitas UB kampus Kediri dan Program Vokasi. Belum jelasnya legalitas UB Kediri, berdampak tidak dibukanya penerimaan mahasiswa baru dan beberapa mahasiswa lama dipindahkan ke UB kampus Malang. Kemudian, masalah legalitas Program Vokasi yang sampai sekarang belum ada kejelasan. Selanjutnya, masalah yang sudah berlarut-larut belum ada jalan keluarnya yaitu kurangnya lahan parkir dan pencurian sepeda motor (curanmor). Masalah yang sudah dua tahun ini menjadi pembicaraan masyarakat UB dan penolakan dari beberapa elemen, status Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN-BH). Kemudian, pada bulan Mei lalu Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) mengumumkan tujuh universitas yang terpapar paham radikalisme, UB merupakan salah satunya. Kemudian, penurunan peringkat UB menjadi peringkat 12 nasional versi Kemenristekdikti. Penurunan peringkat ini menjadi perhatian oleh jajaran rektorat, bahkan menghubungkan penurunan dengan status PTN-BH. Selamat Pak Nuhfil.
Selasa, 15 Mei 2018
Editorial- Pembungkaman Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat
Muncul berbagai reaksi keras atas revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Aksi penolakan baik pada UU MD3 maupun RKUHP dilakukan oleh berbagai kalangan. Pasalnya dalam kedua produk tersebut terdapat pasal-pasal karet yang dapat membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat. Misal pada revsi UU MD3 pasal 122 tentang kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Perubahan tersebut merupakan hal yang ironi di era demokrasi dan berpeluang menjadi pasal karet yang membungkam kritikan dengan delik sebagai tindak pidana. Kebebasan berekspresi dan berpendapat akan terbungkam karena DPR memiliki kewenangan lebih untuk mengkriminalkan siapa saja pengkritik yang me- rendahkan parlemen. Kemudian dalam RKUHP yang akan disahkan membuka ruang pidana bagi pengkritik presiden juga sebagai pasal penghinaan presiden. Kedua produk tersebut merupakan bentuk kemunduran demokrasi. Ketika kebebasan berpendapat dan kritik rakyat atas kinerja eksekutif dan legislatif tidak sesuai dengan keinginan masyarakat dibatasi. Pembungkaman
Terbaru


Rajutan Luka
11 April 2021
Tidak ada Komentar

Fasilitas Kuliah Daring FISIP Belum Efektif, Beberapa Mahasiswa Gunakan Akun Zoom Pribadi
5 April 2021
Tidak ada Komentar

Malang Tak Berujung Iba
4 April 2021
Tidak ada Komentar

Kekerasan Rasial Terus Terjadi, LBH Malang Sebut HAM Bukan Komoditas Belaka
2 April 2021
Tidak ada Komentar

Kurang Sosialisasi, Dampak Pertor Kekerasan Seksual UB Belum Signifikan
1 April 2021
Tidak ada Komentar
Iklan
E-Paper
Popular Posts
- Orang yang Bermental Sehat Bukan Berarti Tidak… 13 April 2020 Oleh Akhmad Idris* Persepsi tentang orang yang bermental sehat (sering…
- Pentingnya Etika ketika Menjadi Mahasiswa 3 September 2016 Oleh: Rifqy Zeydan* Beberapa waktu yang lalu sempat viral di…
- UB Kediri Menuju PSDKU 14 Mei 2018 Malang, PERSPEKTIF – Universitas Brawijaya (UB) Kampus III atau biasa…
- Makaroni Ngehe Camilan Asik “Zaman Now” 24 Desember 2017 Malang, PERSPEKTIF - Everybody love snack, mungkin ini ungkapan yang…
- Abadikan Momen Penting Bersama W2 Production Make Up… 6 Januari 2018 Malang, PERSPEKTIF - Ditengah berkembangnya gaya hidup dan tren yang…